Merasa Dilecehkan Fangiono Group, Petani Plasma dan Warga Adat Siapkan Demo Besar

90 views

Ancam Tarik Kembali Lahan Jika Masih Ingkar Janji

Manar Dimansyah Gamas yang juga Kepala Lembaga Adat Besar Kabupaten Kutai Barat, mengungkapkan kekecewaan petani plasma atas sikap Manajemen Fangiono Group atau First Recources. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

BARONG TONGKOK – KABARKUBAR.COM

Ratusan pemilik lahan yang dikelola perusahaan perkebunan sawit Fangiono Grup menyiapkan aksi unjuk rasa besar-besaran. Sebab, anak perusahaan First Resources atau FR ini telah membuat mereka sebagai petani plasma merasa dilecehkan. Meski ada aturan yang disepakati bersama manajemen perusahaan, namun realisasinya dinilai ‘Jauh Panggang Dari Api’.

“Kami petani plasma meminta pihak Perusahaan FR Group atau Fangiono Group, agar bisa menepati perjanjian hak plasma kami dengan kerja sama bagi hasil 80 : 20 persen. Apabila tidak, maka kami akan me-review ulang dan minta lahan kembali ke petani plasma,” kata Elvin Eriadam, Ketua Perkumpulan Petani Plasma Sejahtera Kabupaten Kutai Barat pada Jumat, 20 Desember 2019, di Lamin Adat Dayak Benuaq, Taman Budaya Sendawar.



Dijelaskan Wakil Ketua P3S Kubar, Manar Dimansyah Gamas, tuntutan mereka telah disampaikan dalam aksi unjuk rasa pada Kamis, 12 Desember 2019 lalu. Aksi demo damai itu dilakukan di jalan produksi di areal PT Maha Karya Bersama yang masuk di wilayah Pulau Pipit, Kampung Mendung Kecamatan Muara Pahu.

Aksi demo yang disertai ritual adat suku Dayak itu menunjukkan sikap atas kekecewaan masyarakat adat sebagai warga adat. Alasan kecewa, sebab telah empat kali pihak perusahaan tidak menghadiri undangan pertemuan. Demo dipantau pihak kepolisian yang dihadiri Kepala Bagian Operasional Polres Kubar Kompol Sarman, dan Kepala Satuan Intelijen dan Keamanan AKP Gde Dharma Suyasa.

Perundingan kecil saat aksi unjuk rasa damai di areal PT Maha Karya Bersama, Pulau Pipit di wilayah Kampung Mendung, Kecamatan Muara Pahu pada Kamis, 12 Desember 2019 lalu. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

“Kita tidak boleh membiarkan harga diri, martabat kita sebagai orang Dayak yang beradat diinjak-injak, disepelekan, disemena-menakan. Saya anggap ini sudah masuk ranah menyepelekan orang awam, pribumi di sini,” tegasnya.

Baca juga:

Tidak Digubris Fangiono Grup, Petani Plasma Siapkan Langkah Hukum Adat dan Formal

Manar Dimansyah mengatakan, petani plasma sepakat untuk menghentikan sementara aksi demo yang tadinya direncanakan beberapa hari bahkan minggu. Atas permintaan manajemen Fangiono Group yang dihadiri Suprianto sebagai Manager Umum, Ali Hanafiah selaku Manager Plasma, dan Rudi Ranaq dari Legal Manager.

Saat itu manajemen berunding dengan Pengurus P3S Kubar, akan melanjutkan dengan perundingan di kantor Lembaga Adat Kabupaten Kubar. “Mereka usulkan segala hal atau unek-unek yang disampaikan di muka umum itu akan dibahas di pekan kedua Januari 2020, tapi belum disepakati harinya,” ungkap pria yang juga Kepala Lembaga Adat Besar Kabupaten Kubar ini.

Spanduk ungkapan kekecewaan petani plasma yang dipampang menutup jalan produksi PT Maha Karya Bersama sebagai anak perusahaan Fangiono Group yang juga anak perusahaan dari First Resources. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

Soal alasan penundaan demo yang disampaikan manajemen perusahaan, terang Manar Dimansyah, dapat dimaklumi. Para Petani Plasma menyetujui, karena dianggap percuma berunding jika tidak ada oknum yang berwenang membuat keputusan. Alasan manajemen tidak ada dari mereka sebagai decision maker (pembuat keputusan), nantinya akan dihadirkan.

“Kalau tidak juga ada kesepakatan, kami akan kembali melakukan aksi di jalan. Jika ingkar janji berunding pertengahan Januari, atau jika berunding tapi deadlock, tidak ada titik temu, tetap akan demo,” ujar Manar Dimansyah yang didampingi Wakil Ketua P3S Kubar, Sardiansyah, dan Nilon sebagai Pememang Adat.



Terkait tuntutan yang disampaikan, imbuh Manar Dimansyah, karena dinilai ada kesengajaan dan tindakan pembodohan dari Manajemen Fangiono Group. Khususnya kompensasi Rp50 ribu perhektar yang diberikan perusahaan kepada petani plasma. Hal itu dianggap tidak tepat jika dikatakan sebagai sisa hasil usaha atau SHU.

Demikian juga soal koperasi petani plasma yang tidak diketahui kapan, dimana dan siapa membentuknya. Sehingga disebut hanya akal-akalan untuk melengkapi struktur atau pola kemitraan, bukan dari nafas koperasi itu sendiri. “Bukankah yang kita nuntut adalah kesetaraan. Sebagaimana kesepakatan awal, hanya duduk manis dapat menikmati hasil. Di tempat lain bisa Rp700 ribu bahkan Rp1.000.000 perhektar. Itu makanya kami demo,” pungkasnya. #Sonny Lee Hutagalung

Komentar

comments