Tisa Tarihoran: “Masih adakah keadilan? Atau hanya untuk perusahaan“

BARONG TONGKOK – KABARKUBAR.COM
Parlin Manalu, berusia 35 tahun, sudah menunggu 112 hari. Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor: L.Peng/33/IV/2020 yang dibuatnya Minggu, 19 April 2020 sekira pukul 22.00 Wita pun sudah hampir lapuk. Tapi iya yakin Polisi pasti bertindak profesional. Keadilan akan menghampiri dari Penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kutai Barat.
“Kami lebih dulu melapor kasus pemukulan, tapi Polisi lebih dulu memproses laporan perusahaan. Bahkan suami saya telah divonis bersalah, sementara laporan kami masih mengambang. Apakah memang begini proses hukum di Indonesia tercinta ini?” ungkap Tisa Tarihoran, istri dari Parlin Manalu kepada KabarKubar pada Senin, 10 Agustus 2020.
Tisa berharap, Polisi bersikap profesional dalam perlakuan hukum kepada masyarakat. Tidak memandang latar belakang pelapor maupun terlapor. Tapi tetap memroses laporan pengaduan yang masuk sesuai ketentuan hukum.
Ia menyebut Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan yang merupakan hak bagi pelapor, baru diterima dari Penyidik Satreskrim Polres Kubar pada 5 Agustus 2020. Setelah 107 hari laporan disampaikan.
“Laporan MKB (PT Maha Karya Bersama) cepat sekali diproses. Tapi laporan kami, baru dikasih SP2HP setelah hampir empat bulan. Sebelum itu tidak pernah ada SP2HP kami terima,” katanya.
Dari sejumlah pemerhati hukum, Tisa mengetahui jika SP2HP adalah hal penting. Dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyelidikan atau penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor. Baik diminta atau tidak diminta secara berkala.
“Masih adakah keadilan? Atau hanya untuk perusahaan?” ujar Tisa dengan deraian air mata. Ia pun menunjukkan berkas-berkas terkait laporan kepada Polisi.
Visum Dokter Nyatakan Ada Luka Ringan, Polisi Proses Dugaan Pengeroyokan di PT MKB
Disinggung soal SP2HP tersebut, Kepala Satreskrim Polres Kubar, Iptu H Iswanto tidak menjawab. Pesan yang dikirimkan KabarKubar melalui WhatsApp pada Minggu, 9 Agustus 2020, tepatnya pukul 18.49 Wita, tidak dibalas.
Namun proses hukum yang menyebut dua nama sebagai terduga penganiaya, dinyatakan masih berproses. “Tinggal gelar penetapan tersangka,” kata Iswanto terkait perkembangan laporan kasus pemukulan atas nama pelapor Parlin Manalu.
Polres Kubar telah menyatakan sikap profesional dalam menangani perkara dugaan pemukulan di MKB. “Kita tetap proses. Kami bekerja profesional, dan sedang berjalan proses hukumnya,” tegas Kapolres Kubar AKBP Roy Satya Putra, melalui Kasat Reskrim Polres Kubar, Iptu H Iswanto pada Jumat, 5 Juni 2020.
Ia menjelaskan, sejumlah orang telah dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi. “Dua Terlapor sudah kita mintai keterangan. Pihak keluarga Pelapor juga sudah datang ke sini,” katanya, dan diaminkan Kepala Unit Tindak Pidana Umum, Ipda Muhammad Syafi’i.
Soal salah satu dari Terlapor yang disebut-sebut anggota TNI, Iptu Iswanto menegaskan telah dipanggil dan memberikan keterangan. “Itu pecatan TNI. Malah lebih dulu kami periksa,” jelasnya. “Hasil visum dari dokter, ada luka ringan. Nanti kita lihat hasilnya ya. Percayalah, kami proses sesuai hukum,” tegasnya lagi.
Nasib nahas dialami Parlin Manalu, ditahan dan kini telah divonis empat tahun penjara. Parlin tercatat sebagai warga Jalan Ahmad Yani Gang Elshadai RT 27 Kelurahan Melak Ulu, Kecamatan Melak. Ia dilaporkan oleh perusahaan perkebunan sawit MKB, tempatnya bekerja sebagai Mandor Pupuk. Parlin dituduh melakukan tindak pidana pemerasan sebagaimana Pasal 368 dan atau Pasal 335 junto Pasal 64 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

Parlin sendiri, mengadu ke Polisi telah dipukuli centeng dan pimpinan di PT MKB Blok B. Dalam laporannya, Parlin menyebut berawal pada Rabu, 15 April 2020 sekira pukul 18.00 Wita. Saat itu ia ditelepon Indra Mungkur, seorang Asisten perusahaan yang berkantor di wilayah Kampung Jerang Dayak, Kecamatan Muara Pahu itu. “Diminta segera datang ke kantor kebun,” kata Parlin melalui istrinya, Tisa Tarihoran pada Jumat, 29 Mei 2020.
Parlin pun segera menuju kantor dengan mengendarai mobil ditemani Maringan Siagian. Setibanya, Parlin diminta masuk dan Maringan disuruh pulang oleh MS, Asisten Kepala, dan Wd yang diketahui tenaga pengamanan di PT MKB dengan sebutan Pamsus (Pengamanan Khusus).
“Guttur hubege, songon na diangkat do meja, mulak ma ito (Kudengar ribut, seperti ada meja diangkat, pulanglah kak),” ujar Tisa menirukan perkataan Maringan Marbun kepada Tisa saat bertemu di jalan menyusul ke kantor yang berjarak sekitar 100 meter dari mes atau perumahan karyawan.

Tisa mengaku, saat itu sedang berjualan sembako dengan membuka warung kecil di mes perusahaan. Mengaku mendengar suara ribut, Tisa memilih pulang karena berpikir itu soal pekerjaan suaminya. Sekira sejam kemudian, Parlin kembali ke mes dengan tubuh gemetar. Saat ditanya apa yang terjadi, Parlin bungkam.
“Apakah masalahmu, atau masalah siapa?” desak Tisa agar terbuka, tapi Parlin tetap diam. Tisa pun melihat bekas pemukulan di leher dan ceceran darah di baju yang dikenakan suaminya. “Dipalpali au (dipukuli aku),” tiru Tisa atas jawaban suaminya yang mulai bicara sambil menangis.
“Saya terpaksa mengaku dan tandatangani pernyataan telah memeras, daripada mati saya. Ada anggota (pekerja kebun) melapor soal ceperan yang biasa mereka kasih kalau gajian ke saya tanpa memaksa,” imbuhnya menirukan penjelasan Parlin.
Parlin menjelaskan ke istrinya, Wd yang di lingkungan perusahan disebut-sebut seorang anggota TNI, bertanya apakah tahu salahnya. Karena merasa tidak ada yang salah, Parlin dipukul. Dua kali ditanya, tetap mengaku tidak ada, dipukul lagi di bagian kepala.
Kemudian Parlin dipertemukan dengan beberapa pekerja kebun. Lalu ditanya apakah mengenal mereka, dan dijawab kenal. Ditanya lagi apa salahnya, spontan Wd memukul di bagian perut karena tidak mengaku salah. Parlin dituduh telah memeras, dan dipaksa mengaku, lalu dipukul lagi di bagian dada dan perut.
Karena terus dipaksa mengaku, Parlin akhirnya mengaku. Sebab MS yang saat itu merangkap Manager Kebun PT MKB memaksa para pekerja lain harus mengaku telah diperas dengan menyebut jumlah uang Rp35 juta. MS menampar pipi kanan dan pipi kiri Parlin hingga empat kali.
Mengaku Dipukuli Centeng dan Pimpinan PT MKB, Parlin Manalu Malah Masuk Bui
“Sampai berdarah hidung suami saya, dan telinganya jadi agak tuli karena ditampar itu sampai sekarang. Tidak hanya pernyataan telah memeras, disuruh juga tandatangan surat PHK (pemutusan hubungan kerja),” ungkap Tisa.
Tisa menambahkan, suaminya diancam untuk tidak mengungkap kejadian di kantor itu. “Masalah ini jangan sampai bocor keluar, kalau bocor akan tahu akibatnya,” ujar Tisa menirukan ancaman kepada suaminya, yang ditegaskan MS. Mendengar pengakuan suaminya, Tisa mengajak untuk melapor ke Polisi. Namun Parlin tidak mau, karena takut dengan ancaman tersebut. KTP Parlin pun ditahan saat itu oleh MS dan Wd.
Esok hari setelah pemukulan, Tisa dan suaminya hendak keluar dari areal perkebunan. Namun mobil mereka dihadang MS dan dua Asisten. Keduanya dilarang keluar, dengan alasan virus corona. Akhirnya keduanya kembali ke mes, dan menghubungi Komo, yang disebut Tisa adalah anak dari Kepala Adat Kampung Mendung.
“Kami dijemput Pak Komo, dan akhirnya dibolehkan keluar. Hari itulah orang perusahaan, Pak Indra Mungkur, pergi melapor ke Polisi. Mungkin kuatir kami lapor duluan soal pemukulan itu,” imbuh Tisa.
Berharap ada perdamaian, Parlin bersama empat orang lainnya menemui MS agar masalah diselesaikan secara kekeluargaan. Tapi karena tidak ada itikad baik, maka Parlin membuat laporan pengaduan empat hari setelah kejadian. “Suami saya dipanggil ke Polres Kubar hari Kamis, 21 April 2020. Besoknya ada surat pemberitahuan penahanan,” pungkas Tisa.
Humas Fangiono Grup yang membawahi PT MKB, Sunahosi Lase, membantah ada pemukulan tersebut. “Ah tidak ada itu pak, tidak ada pemukulan,” ujarnya singkat pada Jumat, 29 Mei 2020 pagi dan menutup telepon dengan alasan akan menelepon kembali. Hingga hari ini, sepekan berlalu, tidak ada telepon dari Lase masuk ke KabarKubar. #Sonny Lee Hutagalung