33 Tahun Bersengketa, Ini Kesepakatan Tapal Batas 5 Kampung di Long Bagun

6 views

Kampung Mamahak Besar Yang Beri Lahan Awal Menjadi Penengah

Penyelesaian sengketa tapal batas lima kampung di Kecamatan Long Bagun dipimpin Valentinus Tingang selaku Sekretaris Kabupaten Kutai Barat, dengan didampingi Kepala Adat Besar Kecamatan Long Bagun, Kornelius Luhat Igang, yang memahami benar persoalan. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

LONG BAGUN – KABARKUBAR.COM
Silang pendapat terkait tapal batas lima kampung di Kecamatan Long Bagun akhirnya dapat diselesaikan. Lewat pertemuan yang difasilitasi Tim Tapal Batas Kabupaten Kutai Barat dengan menghadirkan perwakilan kampung yang bersengketa. Yakni Kampung Rukun Damai, Kampung Long Hurai, dan Kampung Long Merah. Sengketa lainnya, adalah antara Kampung Long Bagun Ulu dengan Kampung Batu Majang.

Kesepakatan dituangkan dalam Berita Acara di ruang Rapat Koordinasi Lantai III Kantor Bupati Kutai Barat. Setelah Pemerintah Kabupaten Kutai Barat berinisiatif mengundang perwakilan warga yang terdiri dari unsur Kepala Kampung atau Petinggi, Juru Tulis Kampung, Kepala Adat dan Badan Perwakilan Kampung.

Tim diketuai Sekretaris Kabupaten Valentinus Tingang, dan empat anggotanya. Yakni Kepala Bagian Pemerintahan Petrus Jamhuri, Kasubag Hukum dan Perundang-undangan Jannes Hutajulu, Kepala Perwakilan Kantor Pertanahan Kubar FX Sugeng Priyadi Wiryoharjo,  dan Kasubid Manajemen SDA Bappeda Kubar Bertius.

Satu persatu perwakilan warga menyampaikan pendapat dan pandangan serta keinginan mereka atas masalah tersebut di hadapan tim. Tutur kata bijaksana dilontarkan Tingang saat memfasilitasi pertemuan, menjadi ‘obat penenang’. Setiap pihak merasa lebih berhak atas lahan atau tanah yang disengketakan.

Tawar menawar disarankan Tingang sebagai alternatif dalam membuat tapal batas, demi kebersamaan. Khusus sengketa tiga kampung, disebut masih memiliki kaitan keluarga oleh perkawinan antar warga. Demi ketenteraman sesama suku Dayak di Kalimantan yang akan berdampak baik bagi keturunan selanjutnya.

Valentinus Tingang menggambarkan situasi yang tertuang dalam Berita Acara yang akhirnya disepakati Kampung Rukun Damai, Kampung Long Merah dan Kampung Long Hurai. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

“Kita manfaatkan tempat dan waktu ini untuk masyarakat yang mengutus dan mempercayai kita. Seberat apapun masalah, dapat kita selesaikan jika menyadari kita semua adalah bersaudara,” tegasnya dalam pertemuan pada Kamis, 29 Desember 2005.

Kepala Adat Besar Kecamatan Long Bagun, Kornelius Luhat Igang, berharap para perwakilan kampung memikirkan tawaran Tingang sebagai jalan keluar yang baik. Karena Pemkab Kubar adalah tujuan terakhir yang dapat diharapkan menyelesaikan masalah.

“Saran dan tawaran Sekda (Tingang) cukup baik sebagai solusi untuk kesepakatan. Pemkab berusaha membantu tanpa merugikan salah satu pihak. Tidak ada lagi pihak yang bisa diharapkan membantu selain mereka,” kata Luhat kepada media ini saat jeda rapat.

Kesepakatannya adalah batas wilayah Rukun Damai dengan Long Merah adalah dari kiri Sungai Bayaq. Terus ke atas sampai batas pemukiman Long Merah dan lurus menuju ke Sungai Merah. Kemudian mudik sampai ke muara Sungai Tajau. Lalu naik mengikuti Sungai Tajau sebelah kiri mudik sampai batas Kampung Mamahak Besar. Turun ke arah Sungai Mahakam mengikuti batas wilayah Mamahak Besar sampai di muara Sungai Uping cabang Sungai Mahakam sebelah kanan mudik Sungai Mahakam.

Batas wilayah Long Merah dengan Long Hurai adalah dari muara Sungai Merah sebelah kanan mudik sampai di Sungai Buang. Terus mudik menyelusuri Sungai Buang sampai Gunung Leng (berbatasan dengan wilayah Kampung Matalibaq, Kecamatan Long Hubung). Kemudian turun mengikuti punggung gunung sampai batas wilayah Kampung Laham, di muara Sungai Pahoq sebelah kanan mudik Sungai Mahakam.

Menurut warga yang bersengketa, persoalan muncul ketika 400 kepala keluarga di Rukun Damai sangat membutuhkan kejelasan batas wilayah administrasi kampung. Yang dirasakan belum jelas selama 33 tahun mendiami daerah di pinggir Sungai Mahakam itu. Demikian halnya Long Merah, meminta agar dipastikan batas wilayah dengan Rukun Damai, Juga dengan Long Hurai sebagai kampung tertua dari ketiga kampung bertetangga.

Sejarahnya, dimulai pada tahun 1972. Saat 30 lebih warga suku Dayak Kenyah Apo Kayan mencari lokasi pemukiman baru. Sekelompok orang yang berdiam di dataran Desa Long Nawang di Kabupaten Bulungan (sekarang Kabupaten Malinau) mendatangi dataran Long Bagun.

Mereka mencari daerah yang layak untuk didiami. Karena menganggap wilayah pemukiman yang mereka diami saat itu sangat sulit dijangkau daerah lain. Juga sulit mendatangkan barang kebutuhan, disebabkan letak geografisnya. Sehingga harus memakan waktu tiga sampai empat bulan dari tepi Sungai Mahakam.

Lewat serangkaian perundingan antar warga, diputuskan menyebar mencari pemukiman baru. Ada yang berangkat menuju Sarawak, Malaysia dan ada yang juga yang ke Bulungan. Sekelompok sampai ke Kampung Mamahak Besar di Kecamatan Long Bagun. Petinggi setempat waktu itu dijabat Kornelius Luhat Igang, menyetujui mereka berdiam di wilayahnya.

Persetujuan juga diberikan kepala adat dan warga Mamahak Besar, termasuk Camat Long Bagun kala itu, Liang Jeng. Petinggi Kampung Laham, Paran, juga memberikan izin tinggal bagi kelompok dari Apo Kayan ini.

Daerah Sungai Merah menjadi tempat tujuan yang cocok. Akhirnya mereka memohon pada warga suku Dayak Punan Merah yang mendiami daerah tersebut untuk berbagi. Sawang sebagai Petinggi Kampung Long Merah, menyetujui keinginan warga Apo Kayan untuk tinggal berdampingan dengan mereka. Setelah berladang di lahan yang diberikan, mereka kembali ke daerah asal untuk menjemput anggota keluarga dan warga Apo Kayan lainnya.

Tahap pertama perpindahan warga Apo Kayan dibantu langsung oleh pemerintah saat itu. Melalui Bupati Kutai, Muhammad Dahlan dan Gubernur Kalimantan Timur, Abdul Wahab Syahranie. Serta disetujui Pemerintah Kecamatan Kayan Hulu dan Kabupaten Bulungan. Perpindahan warga Apo Kayan selesai sampai tiga tahap perpindahan, karena jarak yang cukup jauh.

Masuknya perusahaan yang mengantongi Hak Pemilikan Hasil Hutan (HPHH) di wilayah tersebut, mengundang masalah bagi ketiga kampung. Pembagian ‘Fee’ menjadi soal utama. Sebab menyangkut peningkatan taraf kehidupan masyarakat dengan uang yang menjadi hak warga, mengklaim pemilik areal yang dikelola perusahaan.

Saling klaim antara warga masyarakat ketiga kampung atas lahan yang berpotensi turut menimbulkan kesenjangan berkepanjangan. Akhirnya dibentuklah Tim Tata Batas Kampung untuk menentukan batas kampung. Berdasarkan peta-peta dan kesepakatan-kesepakatan lama yang dibuat tetua-tetua kampung.

Penyelesaian sengketa tapal batas lima kampung dibahas hingga dua hari, dengan memakan waktu hingg lebih dari 10 jam setiap harinya di Ruang Rapat Lantai III Kantor Bupati Kutai Barat pada 28-29 Desember 2005. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

Namun kesimpulan dibuat sepihak oleh masing-masing kampung tanpa menghadirkan pihak kampung lain. Hal itu tidak dapat menjadi kesepakatan bersama, sampai Tim Tata Batas tingkat kecamatan yang dibentuk pun terkesan gagal. Akibat kekerasan hati warga masing-masing kampung dalam mempertahankan pendapatnya.

Khusus sengketa Long Bagun Ulu dan Batu Majang dirundingkan selama hampir 12 jam sehari sebelumnya. Disepakati batas wilayah mereka adalah dari pertengahan antara Sungai Sengiang dan Sungai Bagun. Terus ke punggung gunung sampai Sungai Igo, turun ke Sungai Alan. Baru mudik sebelah kanan Sungai Alan sampai persimpangan Sungai Alan.

Terus menyusuri tengah-tengah pematang antara Sungai Alan dengan anak sungainya sampai wilayah Kabupaten Kutai Kertanegara (Kecamatan Tabang). Kemudian turun mengikuti batas Kampung Ujoh Bilang menyusuri punggung gunung ke arah Sungai Mahakam sampai di muara Sungai Alan.

Ditegaskan Valentinus Tingang, masyarakat kelima kampung mempunyai hak yang sama. Boleh berkebun atau berladang di wilayah kampung manapun dari kelima kampung. Pengurusan administrasi tanah yang dikelola oleh masyarakat dilakukan sesuai dengan wilayah administratif letak tanah kampung. “Jika ada perusahaan yang akan berusaha di daerah kelima kampung, maka hasil (fee) akan dibagi antara kelima kampung,” katanya.

Hasil pertemuan ini merupakan kesepakatan final. Akan dipatuhi dan dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten oleh Petinggi, Kepala Adat, BPK dan masyarakat lima kampung. #Sonny Lee Hutagalung

Komentar

comments