Mendesak Butuh Laboratorium Komputer dan Guru Bidang Studi

MOOK MANAAR BULATN – KABARKUBAR.COM
Meski telah tujuh tahun hadir sebagai wadah mencerdaskan generasi bangsa, SMA Negeri 1 Mook Manaar Bulatn (MMB) belum memiliki fasilitas pendukung yang memadai. Terlebih di era digital, yang mengharuskan sebagian proses belajar mengajar berbasis komputer dan jaringan internet. Tugas berat pun diemban para guru, dan kepala sekolahnya.
Areal sekolah yang berlokasi di Jalan Perintis RT 1 Kampung Gunung Rampah, Kecamatan MMB ini pun berupa tanah selebar 2 meter yang belum perkerasan. Jalan masuknya persis di samping areal SMP Negeri 2 MMB, sekitar 300 meter dari jalan utama MMB yang berupa semenisasi.
Menurut Camat MMB, Rusmansyah, sekolah tersebut mestinya berada di tepi jalan utama. Apalagi di kawasan tersebut masih banyak lahan kosong, dan dapat dibeli dengan harga tergolong murah. Ia menyayangkan lokasi sekolah yang terkesan tersembunyi.
“Di samping kantor ini ada tanah lebar 150 meter, harganya Rp100 ribu permeter persegi. Kalau lahan di depan kantor ini rencana bangun puskesmas,” ujarnya saat ditemui di Kantor Camat MMB pada Jumat, 18 Juni 2021.

Di ruang kerjanya, Markus Awang selaku Kepala SMAN 1 MMB, mengakui banyak hal yang dibutuhkan tenaga pendidik dan murid. Antara lain sarana laboratorium IPA yang belum ada. Termasuk laboratorium kimia dan fisika, termasuk peralatan penunjang.
“Paling mendesak laboratorium komputer, dan kita baru usulkan di APBD 2022. Bagaimana mengajar jika tidak ada sarana? Sedangkan guru tidak punya sarana pendukung pendidikan,” kata pria akrab disapa Awang ini.
Awang resmi menjabat Kepala SMAN 1 MMB sejak 7 Mei 2021. Saat ia dikukuhkan bersama 125 guru sebagai Kepala SMA, Kepala SMK dan Kepala SLB di lingkungan Pemprov Kaltim. Sebelumnya, selama tujuh tahun memimpin SMAN 1 Long Apari di Kabupaten Mahakam Ulu yang berada di daerah perbatasan negara.
Tidak adanya laboratorim komputer, pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer atau UNBK terpaksa menumpang di sekolah lain yang berjarak sekitar 20 kilometer. Yakni di SMKN 1 Sendawar dan SMAN 1 Sendawar.
“Oktober ini, ada Asesmen Nasional (UN kebijakan baru Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), rencana numpang lagi. Tapi belum tahu dimana,” jelasnya dengan didampingi Nani Hartati yang sebelumnya selama setahun lebih menjadi Pelaksana Tugas Kepala SMAN 1 MMB.

Jika pun laboratorium komputer telah ada beserta peralatannya, hal lain menjadi kendala. Pasalnya, seluruh wilayah MMB belum mendapat aliran listrik dari PLN. Melainkan menggunakan mesin pembangkit listrik berbahan bakar solar. “Kita pakai mesin dongfeng, ada juga tenaga matahari (solar cell). Sehari bisa habis lima liter dari pagi sampai jam 2 siang. Seliter harganya Rp 8.000,” katanya.
Tidak hanya sarana dan prasarana yang minim, sekolah yang dibuka sejak tahun 2014 ini juga kekurangan tenaga pengajar untuk bidang studi. Yaitu sejarah, geografi, fisika, kimia, seni budaya, sosiologi, dan Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn.
Diakui ada informasi jika sembilan guru bakal masuk ke sekolah dari jalur Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kontrak atau PPPK. Namun, belum bisa dipastikan. “Jadi kami merangkap. Satu guru, mengisi tiga mata pelajaran,” ungkap Nani Hartati.
Nani Hartati mengatakan, saat sekolah berdiri, masih menumpang di gedung SMPN 2 MMB. Dipimpin Sri Maharini yang pensiun pada akhir tahun 2019. Diawali dengan dua guru berstatus PNS, dibantu sejumlah guru dari SMP tersebut dan beberapa orang Program Sarjana Mendidik di Daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal).
Kemudian di tahun 2016 dimulai pembangunan gedung permanen SMAN 1 MMB, yang resmi ditempati setahun kemudian. Sekolah kini memiliki enam guru berstatus PNS, tiga tenaga kerja kontrak dan dua honorer. Ada lagi dua tata usaha, serta masing-masing satu penjaga sekolah dan tukang kebun.
Saat ini ada 79 murid yang belajar di tiga lokal. “Ini persis kondisinya seperti saya mengawali bertugas di Long Apari,” imbuh Awang. #Ekilovis