Ada Kesenjangan, 2.500 Honorer Minta Diangkat Jadi PNS

0 views

Raymundus: “PGRI Pusat juga sudah perjuangkan, karena honorer adalah anak PGRI”

Elias dan Afeb Bayu Sugiarto mewakili para Guru dan Tenaga Kependidikan di Kabupaten Kutai Barat, menyampaikan aspirasi kepada Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia di Kubar, Raymundus pada Jumat, 3 Juli 2020. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

BARONG TONGKOK – KABARKUBAR.COM
Guru dan Tenaga Kependidikan berstatus honorer di Kabupaten Kutai Barat meminta untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil yang sekarang disebut Aparatur Sipil Negara. Tidak hanya soal kesejahteraan, adanya kesenjangan yang cukup besar dari mereka yang berstatus PNS, jadi salah satu penyebab. Hal itu juga jadi tuntutan jutaan honorer di seluruh Indonesia.

“Kita minta honorer nonkategori bisa diangkat jadi PNS lewat Perpres (Peraturan Presiden). Khususnya yang berusia 35 tahun ke atas atau 35 plus,” kata Ketua Forum Sahabat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Honorer Kabupaten Kutai Barat, Doni Maukar, pada Senin, 6 Juli 2020.

Dijelaskannya melalui Pelaksana Harian Forsa PTKH Kubar, Elias, gerakan perjuangan GTK Honorer nonkategori 35 plus sedang dan terus dilakukan. Agar masuk dalam program jangka pendek Pemerintah Pusat. “Setidaknya bisa berpendapatan sesuai UMR (Upah Minimum Regional) Kubar, sebesar Rp3.029.000,” ungkapnya saat menemui Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia di Kubar, Raymundus.



Dari data tahun 2018, kata Elias, ada lebih dari 2.500 GTK yang bekerja di bidang pendidikan dasar. Yakni jenjang Pendidikan Anak Usia Dini, TK, SD hingga SMP. Jika honor senilai Rp1.650.000 ditambah insentif Rp700 ribu dari pemerintah daerah, total pendapatan hanya Rp2.350.00.

Itu untuk mereka yang memiliki latar belakang pendidikan tamatan Strata 1 atau Diploma 3. Sementara yang berijazah SMA, hanya sebesar Rp2.275.000. Sementara jika dibandingkan pendapatan GTK PNS, sangat jauh. “Ini aspirasi teman-teman. Jam mengajar kita sama, tapi upah dan tunjangan khusus sangat beda jauh,” kata Elias yang sehari-hari mengajar di SD Negeri 01 Muhur, Kecamatan Siluq Ngurai.

“Kami adalah anak dari PGRI, dan tetap berharap diberi motivasi, support (dukungan). Agar yang diinginkan selama ini bisa tercapai,” ujarnya kepada Raymundus yang juga Kepala SMK Negeri 2 Sendawar.

Perjuangan guru dalam mendidik generasi penerus bangsa yang berkualitas, patut dihargai dengan kesejahteraan. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

Diakui Bernardus Ulu, saat ini lebih banyak GTK Honorer dari PNS yang bertugas di Kubar. Bahkan jumlahnya mencapai 80 persen di beberapa sekolah. Karena ada sekolah yang GTK berstatus PNS hanya seorang, sekaligus kepala sekolah setempat. “Harapan kami juga, honorer ditugaskan sesuai SK (surat keputusan) tentang penempatan,” kata pria yang jadi guru di SDN 06 Balok Asa, Kecamatan Barong Tongkok.

“Kita juga telah dan sedang mempersiapkan diri agar bisa menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Punya kualifikasi yang dibutuhkan sebagai guru, karena ada saja yang tidak memenuhi syarat,” imbuh Afeb Bayu Sugiarto, guru di SD Advent Sendawar.

Menanggapinya, Raymundus menyebut ada solusi yang sudah dipersiapkan pemerintah. Yaitu kebijakan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK. Hanya saja, payung hukum berupa Undang-Undang atau Perpres belum terbit.

“Yang tidak bisa diangkat otomatis (jadi PNS), bisa PPPK. Berharap ada perhatian kepada mereka yang telah mengabdi lama. Isu itu sudah digaungkan PGRI di pusat,” beber pria yang pernah bekerja di perusahaan pertambangan emas PT Kelian Equatorial Mining.



Raymundus menjelaskan, PGRI mendorong agar GTK Honorer segera diangkat setelah lulus tes PPPK. Hal itu akan terus diperjuangkan, terutama bagi mereka yang telah lama mengabdi. Namun, PGRI juga memahami aspirasi itu juga tidak serta merta harus dipenuhi. Tapi melihat kemampuan keuangan daerah. “Jika masuk di akal, akan kita dukung tanpa pandang status PNS atau bukan. PGRI pusat juga sudah perjuangkan, karena honorer adalah anak PGRI,” katanya.

Ia mengakui keberadaan honorer sangat berpengaruh di sekolah-sekolah. Di SMKN 2 Sendawar saja, 40 persen dari 35 tenaga pengajar adalah honorer. Bahkan sebagian sekolah lebih banyak guru honorer dari pada PNS. Honor sekolah, dibayar oleh sekolah dari dana diperoleh sekolah. Seperti Bantuan Operasional Sekolah dari pusat dan daerah.

Kesenjangan, diakui menjadi persoalan tersendiri. “Tanggung jawab sama, tapi honor berbeda. Sekolah mau saja beri sesuai UMR, tapi kondisi dana tidak sama. Sekolah yang sedikit siswanya sedikit juga dananya,” pungkas Raymundus. #Sonny Lee Hutagalung

Komentar

comments