Aturan Leluhur Mulai Pudar, 7 Kepala Adat di Hulu Mahakam Satukan Suara

53 views

Warga Adat Suku Flores Ikut Musdat

Para penari yang turut memeriahkan Pembukaan Musyawarah Adat di Kecamatan Long Hubung pada Rabu, 9 November 2005. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

LONG HUBUNG – KABARKUBAR.COM
Para kepala adat di hulu Sungai Mahakam mengadakan musyawarah adat (musdat) di Kampung Long Hubung, Kecamatan Long Hubung. Selama tiga hari, 9 -11 November 2005, Kepala Adat Besar tujuh kecamatan berkumpul guna merumuskan peraturan dan ketentuan dalam adat istiadat suku Dayak Bahau. Diprakarsai para kepala adat Se-Kecamatan Long Hubung dan Laham.

Selain kepala adat kedua kecamatan, hadir juga lima kepala adat besar kecamatan lainnya. Yakni Tering, Long Iram, Long Bagun, Long Pahangai dan Long Apari. Mereka menjadi perwakilan para kepala adat kampung di wilayah masing-masing. Tidak ketinggalan, sejumlah tokoh adat dari suku lain juga ikut dalam musdat itu. Seperti suku Flores, Jawa dan Dayak Bekumpai yang telah hidup berdampingan dengan Dayak Bahau beserta sub-sub sukunya.



Menurut Kepala Adat Kampung Long Hubung, Petrus Hibau Yeq, musdat ini untuk menegaskan kembali pentingnya peraturan adat yang mulai pudar nilai-nilainya. Khususnya kurun waktu 15 tahun belakangan. Agar putra-putri Dayak mengerti apa yang tertuang dalam adat istiadatnya. Sebab banyak dari mereka meninggalkan kampung halaman sekian lama untuk menuntut ilmu jauh ke kota. Hingga tidak tahu jelas hukum adat, serta ketentuannya.

Ditambah lagi rasa enggan mereka untuk mempelajari dan memelihara adat serta budaya dayak. “Banyak yang pintar poco-poco, tapi tarian daerah sendiri salah gerakannya. Jadi untuk orang muda, kami akan mengawalinya dari tarian. Agar menarik minat mereka terhadap adat istiadat,” ujarnya Hibau Yeq yang juga Ketua Panitia Musdat.

Hibau Yeq melanjutkan, para kepala adat akan duduk bersama menyatukan pendapat yang selama ini menjadi acuan warga adat di wilayah masing-masing. Pelbagai permasalahan yang berkaitan secara langsung atau tidak langsung dengan hukum adat yang berlaku, akan disatukan dalam sebuah keputusan bersama. “Agar tidak ada lagi kebimbangan dalam memutuskan suatu perkara atau ketentuan yang akan dihadapi seluruh warga di kemudian hari,” tegasnya.

Kepala Adat Kampung Long Hubung, Petrus Hibau Yeq. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

Di musdat ini ada sejumlah hukum adat yang mengalami pembaharuan. Seperti hukum adat tentang anak, perkawinan dan kelahiran. Ini dilakukan karena ada beberapa bagian sudah tidak sesuai lagi dilaksanakan di era sekarang. Mengenai harga-harga barang yang digunakan sebagai mahar atau denda dalam suatu perkara, juga perlu diperbaharui.

Seiring perkembangan daerah dan barang tersebut yang semakin langka. Benda yang biasanya dipergunakan sebagai mahar berbentuk guci, yang dalam bahasa Dayak Tunjung, Benuaq dan Bahau disebut Antang. Juga ada yang berbentuk gong, yang dalam bahasa Bahau disebut Agung.

Adapun Antang, memiliki harga yang berbeda sesuai corak atau bentuk ukiran serta ukurannya. Ada enam jenis Antang yang ditampilkan di tengah lapangan tempat acara pembukaan dilangsungkan. Antara lain Antang Biasa, Antang Tali Lima, Antang Kembawai, Maung Hudo, Gusing Tajan serta Mekau yang memiliki tiga jenis. Yaitu Mebang Pitai, Mebang Utin dan Mebang Biasa. Agung memiliki dua jenis yaitu Agung Papan dan Agung Biasa.

Bupati Kutai Barat, Rama Alexander Asia, mengikuti prosesi adat dalam Musyawarah Adat di Kampung Long Hubung, Kecamatan Long Hubung. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

Ditambahkan Hibau Yeq, sesuai hasil keputusan Musdat di Long Bagun beberapa waktu lalu, menetapkan harga uang pengganti untuk sebuah Antang terendah sebesar Rp 100 ribu. Sedangkan untuk gong senilai Rp 10.000 perjengkal atau kilan. Nilai itu dinilai sudah tidak tepat untuk saat ini. “Mungkin di daerah seperti Sendawar bisa, tapi di hulu ini sudah tidak cocok,” ujarnya.

Pembukaan Musdat ditandai pemukulan gong oleh Bupati Kubar, Rama Alexander Asia. Bersamaan memukul tambur sepanjang hampir enam meter oleh Wakil Ketua DPRD Kubar, Juan Jenau. Tarian pun dipersembahkan para penari dari beberapa kampung, dan gadis-gadis cantik dari Kampung Data Bilang. Juga anak-anak warga Kampung Tripari Makmur asal suku Flores yang telah belasan tahun berdiam di SP I melalui program transmigrasi.

“Selama kami tinggal di tanah Dayak ini, tidak pernah mendapat masalah, semua orang ramah dan menghargai kami. Kami menerima semua sanksi ataupun peraturan hukum adat yang berlaku, karena sekarang kami juga warga adat Dayak,” jelas Petinggi Tripari Makmur, Yakobus Naif dan Yohanes Oky selaku Staf Adat Kampung Tripari Makmur.



Bupati Kubar mengatakan, musdat ini merupakan bukti implementasi dari visi Kubar selama lima tahun. Yaitu ‘Terwujudnya Kubar Yang Terbuka Masyarakatnya Maju Yang Berbasiskan Lingkungan Hidup Yang Lestari Budaya Adat Yang Luhur Dan Dinamis’. Adat budaya yang luhur dan dinamis ini merupakan landasan masyarakat Kubar dalam menuju ataupun mencapai kemajuan ke depan. “Dengan begitu tidak terjadi kemunduran atau terkikis adat budaya masyarakat dalam tatanan kehidupan masyarakat Kubar. Kalau itu sampai terjadi maka kita akan kehilangan jati diri,” katanya.

Rama Asia menyerahkan bantuan senilai Rp 10 juta untuk menyukseskan musdat. Juga bantuan kepada pengurus adat suku Flores Tripari Makmur sebagai dana pembinaan kesenian daerah. Bantuan pribadi itu diberikan karena mengetahui panitia hanya bermodal Rp 7,2 juta dan tidak sanggup melaksanakan musdat selama tiga hari yang ditetapkan. #Sonny Lee Hutagalung

Komentar

comments