EBH Mengaku Sangat Menghargai Setiap Pemilik Lahan
SAMARINDA – KABARKUBAR.COM
Perusahaan pertambangan batu bara PT Energi Batu Hitam atau EBH membantah isu buruk yang menyebar saat ini di dunia maya maupun nyata. Terutama soal tindakan kriminalisasi terhadap pemilik lahan yang dikelolanya di wilayah Kabupaten Kutai Barat.
Tidak itu saja, pihak perusahaan juga tidak menerima jika dinilai telah melakukan kerusakan lingkungan dan mencemarkan sungai di Kampung Dingin, Kecamatan Muara Lawa. Begitu juga
Soal isu kriminalisasi yang menyebabkan enam warga Kubar ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Kutai Barat, EBH menyatakan hal itu di luar kewenangannya. Melainkan suatu konsekuensi terhadap hukum yang berlaku bagi perbuatan yang dilakukan.
“EBH sangat menghormati proses hukum yang sedang berlangsung, baik secara perdata maupun secara pidana. Kiranya proses hukum dapat berjalan secara adil, transparan, dan menghormati Hak Asisi Manusia serta adat istiadat yang berlaku setempat,” kata Kuasa Hukum EBH, Thomas Ngau pada Sabtu, 18 Maret 2023.
Thomas Ngau mengatakan, EBH sangat menghargai setiap pemilik lahan yang terverifikasi dan tervalidasi. Apabila harus dibebaskan karena kebutuhan perusahaan, maka pihaknya pasti akan membayar sesuai nilai yang berlaku sesuai peraturan di Kubar.
Menyikapi tuntutan dari Erika Siluq dan rekannya, EBH mengikuti setiap tahapan-tahapan yang telah dimediasi pihak Polres Kubar. Termasuk pertemuan pada Kamis, 9 Febuari 2023 yang kemudian juga mediasi oleh Bupati Kutai Barat, FX Yapan pada Kamis, 2 Maret 2023.
“Tetapi belum mendapatkan kesepahaman harga. Padahal pada kesempatan tersebut EBH telah menyetujui arahan Bapak Bupati terkait angka harga yang harus kami keluarkan per hektare lahan yang dituntut tersebut,” ungkapnya.
Menurut pria asal Kecamatan Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu ini, lahan yang dituntut oleh Erika Siluq sampai saat ini belum sama sekali digarap EBH. Sebab areal lahan tersebut belum dibebaskan, dan belum diperlukan untuk kegiatan-kegiatan yang terkait dengan proses pekerjaan penambangan yang dilakukan.
Meski demikian, demi menghargai dan menjaga kondusifitas pekerjaan EBH selanjutnya, perusahaan siap membayar dengan harga yang sesuai aturan dan perundangan yang berlaku di Kubar. “Baik aturan secara lisan (adat) mau pun aturan yang tertulis (hukum positif),” jelasnya.
Thomas Ngau menjelaskan, EBH selalu memastikan bahwa proses penambangan dilakukan secara baik dan benar. Sehingga sesuatu yang illegal tidak boleh ditolerir. Mengacu pada itu, setiap lahan yang masuk dalam rencana tambang dipastikan telah dibayar dan dibebaskan.
Perihal pembangunan gudang bahan peledak, diakui telah melalui proses-proses yang bertahap perijinannya. Sehingga lokasi di mana gudang handak ini berdiri telah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.
“Termasuk lokasi lahan di mana gudang handak serta fasilitasnya berdiri, sesuai data pembebasan yang ada pada kami, benar-benar didirikan di atas lahan yang telah kami bebaskan,” tegasnya.
Sengketa Warga Kampung Dingin VS EBH, Polres Kubar Tetapkan Tersangka Baru
Sebelumnya, diberitakan media ini, Erika Siluq dan empat rekannya menduga ada yang janggal dalam penetapan mereka sebagai tersangka oleh polisi. Mereka menuding ada upaya kriminalisasi terhadap mereka atas perlawanan terhadap tindakan perusahaan pertambangan batu bara di kampungnya.
Oleh karenanya, Erika menolak proses hukum yang menjerat ia dan empat warga Kampung Dingin, Kecamatan Muara Lawa, Kabupaten Kutai Barat tersebut. Selain dirinya, turut jadi tersangka adalah Priska, Misen, Ferdinand Slavino Liing dan Dominikus Gusman Manando.
“Kami merasa dalam kasus ini ada upaya kriminalisasi dalam perjuangan hak kami,” katanya dalam Konferensi Pers yang digelar pada Selasa, 14 Maret 2023 sore.
Erika dan rekannya resmi ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu, 11 Maret 2023 oleh Penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kutai Barat. Status tersangka itu berkaitan dalam kasus sengketa lahan antara warga dengan PT Energi Batu Hitam atau EBH. Tuduhannya, melakukan pengancaman dengan kekerasan dan merintangi kegiatan perusahaan.
Wanita yang berprofesi sebagai notaris ini menyatakan, tidak melakukan tidak pidana sebagaimana yang dituduhkan. “Tidak ada kekerasan dan pengancaman. Hanya usaha agar manajemen PT EBH dapat bertanggungjawab atas kerusakan yang mereka lakukan,” ungkapnya.
Erika yang juga Ketua Gerakan Pemuda Dayak atau Gerdayak Provinsi Kalimantan Timur ini menyesalkan dan mengutuk keras sikap manajemen EBH. Yang dinilai telah menghina dan melecehkan ritual adat dayak yang telah dilakukan.
Yaitu tindakan melepas tanda adat yang dibuat dalam ritual adat, tanpa proses dan pemahaman yang benar. Selain itu, Erika bersama warga lainnya juga mengecam keras tindakan pihak Polres Kubar. Yang menyita mandau dan membongkar paksa tenda warga di lahan yang menjadi sengketa.
Penyitaan dan pembongkaran paksa tersebut sangat disesalkan, karena diakui tidak ada upaya kekerasan yang dilakukan. Terkait penutupan kantor EBH, dilakukan dengan baik-baik, agar ada tanggung jawab dari pihak perusahaan.
Hal itu dilakukan, sebab tidak ada respon dari pihak perusahaan. Padahal warga telah melaporkan adanya kerusakan lingkungan sejak 4 Februari 2023. Namun hingga kini terkesan laporan itu jalan di tempat.
“Hari ini kami sudah diperiksa dengan status sebagai tersangka. Saya menjawab 30 pertanyaan, dalam waktu tiga jam. Semua pertanyaan terkait apa yang kami alami di kantor EBH, dan terkait penetapan status ini kami akan ajukan praperadilan,” terangnya. #Achmad Yusuf