Ikut Belian Sentiu, Camat Sukwanto Perankan Pemuda Berekor

0 views

Festival Dahau HUT Ke-7 Kubar

Camat Siluq Ngurai, Sukwanto, menari bersama warganya dalam Pentas Seni dan Budaya Festival Dahau HUT Ke-7 Kabupaten Kutai Barat pada Selasa, 7 November 2006. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

BARONG TONGKOK – KABARKUBAR.COM
Festival Dahau digelar kembali untuk memperingati Hari Ulang Tahun Ke-7 Kabupaten Kutai Barat. Pagelaran dipusatkan di lapangan adat Tanaa Purai Ngeriman, Kecamatan Barong Tongkok. Pada Selasa, 7 November 2006, tiba-tiba di atas panggung pementasan pesta budaya muncul seorang pria bertubuh besar. Yan unik, tepat di pantatnya terlihat ekor panjang layaknya ekor monyet.

Dilihat seksama, pria paruh baya itu ternyata Camat Siluq Ngurai, Sukwanto. Ia mengenakan pakaian adat suku Dayak Benuaq, Doyo. Dengan bawahan Belet, celana dalam yang berbalutkan kain kuning dan berekor. Ia diiapit empat Pemeliatn (dukun) yang biasa memimpin acara adat Belian. Tidak lama kemudian. muncullah delapan gadis cantik yang menari Gantar dengan lemah gemulai.



Sukwanto yang bertitel Sarjana Keperawatan, datang dan terlibat khusus dalam mendukung tarian Gantar. Yang menceritakan seorang pria Dayak pada jaman dahulu memiliki ekor di tubuhnya. Pemimpin kecamatan ini melakukan gerakan yang sangat baik serta menarik. Tanpa sedikitpun ada rasa malu dan minder karena jabatan yang diemban.

Namun yang ada dalam pikirannya, bagaimana memperkenalkan budaya dan wilayah Kecamatan Siluq Ngurai yang baru berdiri pada tahun 2004. “Yang jadi monyet itu Pak Camat kami. Dia memang akrab dengan warganya, makanya dia diminta diikutkan menari bersama kontingen kecamatan,” ujar Milik, Guru SDN Kampung Kenyanyan, Kecamatan Siluq Ngurai yang hadir menyaksikan pementasan tarian Gantar.

Tak berapa lama, keempat Pemeliatn menarikan gerak tari Belian Sentiu. Tarian ini biasanya ditampilkan dalam ritual suku Dayak Benuaq yang dilakukan untuk mengobati penyakit warga. Dengan asesoris gelang di tangan, juga di kaki, yang berbunyi gemerincing ketika Pemeliatn melangkah dengan gerakan yang aneh. Namun terlihat sangat teratur dan berirama satu sama lain.



Kerasnya gemerincing gelang sang dukun terdengar menandakan parahnya penyakit orang yang sedang diobati. Tak berapa lama kemudian, sang dukun memanjatkan doa kepada para arwah leluhur dan para dewa, untuk memohon kesembuhan bagi si sakit.

Di antara keempat Pemeliatn itu, nampak delapan gadis penari Gantar yang melambangkan penjelmaan seorang wanita cantik jelita, berkuasa dan sakti, namanya Siluq. Wanita yang menurut cerita masyarakat Sungai Jelau, Sungai Tuang dan Sungai Kelawit ini, adalah nenek moyang mereka masyarakat Dayak Benuaq.

Kata Siluq Ngurai yang dipakai menjadi nama kecamatan pemekaran dari Kecamatan Muara Pahu berasal dari nama Siluq dan Ngurai yang berarti beranak cucu. Siluq dikisahkan memiliki kemampuan menciptakan segala sesuatu dengan seketika. Kebiasaannya mengitari daerah ketiga sungai tersebut untuk mengunjungi masyarakat setempat. Legenda ini telah menjadi cerminan bagi warga yang berdiam di kecamatan Siluq Ngurai. Apabila memandang tatanan dan budaya warga yang berbudi luhur aman dan tentram.



Seusai menari bersama warganya, Camat Sukwanto mengatakan bahwa Siluq Ngurai bukan hanya legenda di wilayah kecamatan yang dipimpinnya, tapi juga di seluruh Kubar. Karena Siluq (Nara Gunaaq) adalah anak kedua Tulur Aji Jangkat dan Mook Manar Bulatn, nenek moyang suku yang berdiam di pedalaman hulu Sungai Mahakam.

Kontingen turut berpartisipasi meramaikan festival adat, meskipun harus menempuh perjalanan sekitar 75 kilometer dari Sendawar. “Kami sangat senang mengikuti acara seperti ini, mudah mudahan kami bisa meraih satu penghargaan dalam festival ini,” katanya. #Sonny Lee Hutagalung

Komentar

comments