Akan Bukukan Hukum Adat Untuk Satukan Persepsi

BARONG TONGKOK – KABARKUBAR.COM
Yustinus Dullah kembali dipercaya memimpin Presidium Dewan Adat Kabupaten Kutai Barat untuk periode 2006-2011. Berpasangan dengan Markus Mas Jaya, keduanya unggul dalam pemungutan suara yang diadakan pada Selasa, 5 Desember 2006. Bersaing dengan enam pasangan yang ikut dalam pencalonan.
Berikut perolehan suara selengkapnya:
NOMOR URUT |
PASANGAN CALON |
PEROLEHAN SUARA |
1 |
INNOCENTIUS SYUKUR – NICOLAUS, S.Hut |
38 |
2 |
FV MUNTHI – ALEXIUS HON |
23 |
3 |
YOHANES BONOH – JEMAIN |
4 |
4 |
PETRUS DING – NOPILUS |
17 |
5 |
YUSTINUS DULLAH A.Mpd – MARKUS MAS JAYA, SE |
62 |
6 |
PETRUS NGAMPUN – ANTONIUS LUHAT |
28 |
7 |
THERESIA RONAH – BENEDIKTUS WISDIADI, SE |
33 |
T O T A L |
205 |
Usai pelantikan, Dullah mengatakan akan melaksanakan dua program penting. Yaitu Pembukuan Hukum Adat dan pelestarian judi tradisional yang dalam bahasa Suku Dayak Tunjung dan Benuaq disebut Botor. Yang yang selalu mewarnai upacara adat, seperti acara adat Belian dan Kwangkay.
“Tidak perlu disingkirkan, bahkan jika perlu dilestarikan. Karena tidak sama dengan judi yang dikenal masyarakat luas,” ujarnya sebelum pelantikan oleh Bupati Kutai Barat, Ismail Thomas di Balai Pertemuan Umum Tanaa Purai Ngeriman.
Menurut Dullah, permainan Botor biasanya muncul di saat upacara adat yang sudah direncanakan dan tidak direncanakan. Tidak rencanakan, misalnya ada yang meninggal dunia, sehingga harus diadakan upacara kematian. Sedangkan acara yang direncanakan seperti memperingati hari kematian dengan diadakan upacara kematian.
Dikatakannya, dalam masyarakat adat dayak ada tiga tingkatan peringatan kematian. Pertama disebut Tohoq, kemudian tingkat kedua disebut Penyau dan tingkat ketiga disebut Kwangkay. “Judi dan Botor itu beda. Kalau Botor itu pemain dan bandar bisa menang, tapi kalau judi pemain lebih banyak kalah,” ungkap Dullah sebelumnya menjabat Ketua PDA Kubar periode 2000-2003.
Lebih jauh dikatakannya, permainan Botor tidak ada unsur ketangkasan, unsur kecurangan dan magnet serta keuntungan para bandar. Selanjutnya setiap keuntungan yang didapat dari permainan itu, sebagian diserahkan kepada penyelenggara acara. Sebagian lagi jadi kepunyaan pemilik permainan. Sedangkan judi yang dilarang undang-undang mengandung unsur ketangkasan, kecurangan dan keuntungan murni untuk sang bandar.
“Sebelumnya pemilik diberi peringatan dulu. Itu kalau dalam acara tersebut lembaga adat dan aparat hukum akan mengambil tindakan kepada para pemilik permainan,” pesan Dullah.
Program penting kedua, lanjut Dullah, adalah membukukan hukum adat yang selama ini belum seragam aturannya pada masyarakat adat Kubar. Terlebih selama ini tidak ada referensi bagi masyarakat awam, aparat keamanan dan Pemkab Kubar. Ketika harus bersentuhan dengan masyarakat adat. Adanya buku hukum adat diharap dapat menyatukan persepsi hukum adat yang nantinya berlaku di Kubar.
Pria yang juga Kepala Adat Besar Kecamatan Linggang Bigung ini melihat banyak terjadi salah pemahaman tentang keberadaan Botor di kalangan masyarakat. Apalagi dikaitkan dengan hukum formal. Dibutuhkan pembukuan hukum adat yang selama ini masih bersifat lisan. Akibatnya, aparat hukum dan Pemkab Kubar tidak memiliki pegangan untuk memproses sebuah perkara yang bersinggungan dengan hukum adat.
Berdasarkan pantauan dan penelitiannya, Dullah mengaku permainan Botor banyak menyimpang dari makna sebenarnya. Hal itu tampak dalam acara-acara adat masyarakat Dayak. “Sehingga ini menjadi pekerjaan berat bagi presidium adat untuk meluruskan kembali dan tidak menjadi bertentangan dengan hukum formal,” ungkap pria yang bergelar Mangku Jaya Kusuma ini.
Ditanya alasan mengikuti pencalonan Ketua PDA, ia mengaku karena dorongan dari masyarakat adat. Meski sedikitpun tidak ada keinginan untuk mencalonkan diri. Namun desakan kuat dari masyarakat adat dataran dan hulu Sungai Mahakam membuatnya maju. “Selain mengangkat budaya Dayak, saya juga akan bekerjasama dengan masyarakat adat lainnya seperti Bugis, Jawa dan Kutai,” pungkas Dullah. #Sonny Lee Hutagalung