Naik 9,2 % dari Tahun 2018

BARONG TONGKOK – KABARKUBAR.COM
Pemerintah Kabupaten Kutai Barat menyampaikan rekomendasi kenaikan Upah Minimum Kabupaten kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Kenaikan upah ini didasari peningkatan inflasi nasional sebesar 8,03 persen, dan inflasi di Kubar yang mencapai 9,23 persen. Diharapkan segera disetujui oleh Gubernur Kaltim, Isran Noor. Sehingga dapat diterapkan oleh para pengusaha.
Diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja Kubar, Silan, usulan kenaikan UMK tersebut merupakan hasil rapat bersama Dewan Pengupahan Kubar. Yang mendapat persetujuan Bupati Kubar, FX Yapan, dan direkomendasikan untuk meminta persetujuan Gubernur Kaltim. “Sudah direkomendasikan UMK naik menjadi Rp3.050.000. Sekarang surat rekomendasi sedang dibawa ke provinsi,” katanya, Rabu 21/11/2018 di ruang kerja.
Silan yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kubar menjelaskan, kenaikan UMK ini sebesar 9,2 persen dari UMK di tahun 2018. Yakni Rp257.601 dari UMK tahun 2018 senilai Rp2.792.3999. Besaran UMK tahun 2018 didasari Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor: 561/K.796/2017 Tentang Penetapan Upah Minimum Kabupaten Kutai Barat Tahun 2018 “Kita optimis akan disetujui Pemprov Kaltim,” ujarnya.

Lebih lanjut Silan mengatakan, jika usulan kenaikan UMK tersebut telah disetujui, maka besaran UMK Kubar adalah yang paling tinggi di Kaltim. Meskipun aspirasi yang disampaikan oleh Serikat Pekerja dalam rapat bersama, belum terpenuhi. Dengan usulah sebesar Rp3,2 juta perbulan. Meski demikian, Silan yakin Serikat Pekerja akan terbantu dengan kenaikan upah yang disetujui pemerintah.
Kenaikan UMK tersebut, kata dia, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 23 Oktober 2015. Bunyi Pasal 4 ayat 2 dalam PP ini menyebutkan, “Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud diberikan dalam bentuk: a. upah; dan b. pendapatan non upah,”.
Besaran UMK ini, diberlakukan untuk semua pihak swasta. Hanya saja, diakui Silan tidak bisa menekan pengusaha untuk menerapkannya. Sebab kemampuan pengusaha dan kesepakatan dengan pekerja juga menjadi pertimbangan. Seperti terjadi tahun 2017 lalu, saat sejumlah sub kontraktor membayar upah pekerjanya di bawah UMK. Namun ternyata hal itu didasari kesepakatan bersama.
“Yang kita tekankan ke sektor perkebunan dan pertambangan. Jadi jangan mengeluh, jika ternyata ada perjanjian kerjanya upah dibayar di bawah UMK,” pungkasnya. #Sonny Lee Hutagalung/Advertorial