Tersangka Disebut Merugikan Negara Rp 409 Juta dan Terancam Dipenjara 20 tahun

BARONG TONGKOK – KABARKUBAR.COM
Dugaan tindak pidana korupsi di SMP Negeri 1 Long Bagun membuat Hang Huvang atau HH berstatus Tersangka. Ia pun telah ditahan di Markas Polres Kutai Barat sejak Rabu, 9 Oktober 2019. Ia disangka menilap uang dari Bantuan Operasional Sekolah atau BOS di Sekolah di Kampung Ujoh Bilang, Kecamatan Long Bagun itu. Jika benar ada korupsi, HH selaku Kepala SMPN 1 Long Bagun kala itu diduga tidak ‘bermain’ sendirian.
Ketua Umum LSM Gerakan Muda Peduli Rakyat atau Gempur, Philipus Hanyeq, berharap penanganan kasus ini tidak berhenti pada HH. Namun Penyidik pada Unit Tindak Pidana Korupsi Satuan Reserse Kriminal Polres Kubar menelisik lebih dalam. “Kalau ada korupsi, tidak mungkin cuma kepala sekolahnya. Apakah tidak ada kaitannya dengan bendahara sekolah, atau bahkan pejabat di atasnya?” ujarnya pada Senin, 2 Desember 2019 melalui sambungan telepon.
Philip menambahkan, tindak pidana korupsi lazimnya tidak dilakukan sendirian. Pencairan dana BOS diyakini diketahui pihak terkait seperti bendahara sekolah, dan dipertanggungjawabkan kepada pimpinan. Yakni Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mahakam Ulu kala itu, E Tek Hen Yohanes.
“Alurnya harus ditelusuri Penyidik. Apa iya pencairan dana dan peruntukkannya sudah benar? Apa iya itu tidak diketahui bendahara dan kepala dinas? Kita yakin Polisi akan menangani kasus ini dengan baik dan profesional,” katanya kepada KabarKubar.
Soal bukti-bukti yang disiapkan Rinto Harahap atau RH sebagai Bendahara SMPN 1 Long Bagun saat itu, ditegaskan tidak boleh spontan untuk dipercaya. Tapi, sejumlah surat bukti penerimaan uang atau kuitansi yang disiapkan RH tersebut bisa diuji di laboratorium. “Bisa saja kuitansi dibuat kemudian, seakan-akan itu adalah bukti transaksi keuangan yang membuktikan adanya korupsi,” imbuh Philip.

Rabin Rabahni SH yang ditunjuk HH selaku Penasihat Hukum, mengaku akan bertindak profesional dalam mendampingi kliennya yang berusia 52 tahun. Ia juga menyinggung soal posisi hukum sejumlah oknum yang berkaitan dengan dana BOS itu. “Ada oknum-oknum yang layak untuk ditelisik keterlibatannya. Itu jika ada indikasi korupsi, karena sejauh ini belum bisa dikatakan ada korupsi,” ujarnya.
Pria yang pernah dipercaya sebagai Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Kota Samarinda ini mengakui kasus ditangani bukan perkara mudah untuk diungkap. Tapi ia telah menyiapkan sejumlah bukti dan dalil untuk mematahkan keterangan yang menyudutkan kliennya. “Kita punya bukti yang sebagiannya sudah disampaikan ke Penyidik. Nanti akan kita buka di persidangan,” beber Rabin Rabahni yang menjadi Penasihat Hukum bersama Selvina SH.

Terpisah, RH mengaku mengetahui keterlibatan sejumlah oknum dalam kasus yang menyeret namanya. Ia mengungkapkan kepada KabarKubar, ada kesaksian Mantan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten Mahakam Ulu. Serta pengembalian uang jasa konsultasi ke pihak Unit Polres Kubar. “Pertanyaannya, apakah oknum-oknum tersebut juga jadi tersangka?” tulis RH dalam pesan WhatsApp pada Rabu, 18 September 2019 sekira pukul 21.20 Wita.

HH dipanggil untuk dimintai keterangan oleh Penyidik sebagai Tersangka pada Selasa, 24 September 2019, dan tidak menghadirinya. Namun HH meminta dijadwalkan kembali pada Rabu, 2 Oktober 2019. Pada panggilan kedua pun, HH kembali mangkir. “Setelah dilakukan penyidikan, HH ditetapkan tersangka dan ditahan usai menjalani pemeriksaan pertama sebagai tersangka,” jelas Kepala Satreskrim Polres Kubar, AKP Ida Bagus Kade Sutha Astama, sehari usai menahan HH.
Dijelaskan AKP Kade Sutha Astama, dana BOS yang disalurkan pada tahun anggaran 2014/2015 itu tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh HH. Yang menjabat sebagai Penanggung Jawab Tim Manajemen Program BOS kala itu. Ia diduga tidak membuat atau melakukan pengecekan terhadap benar atau tidaknya Laporan Pertanggung Jawaban terhadap beberapa kegiatan berkaitan dana itu.

Hasil diaudit Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Kalimantan Timur, ditemukan dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal itu merugikan keuangan negara senilai Rp 409.810.000. “Kami menahan tersangka, karena kuatir melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya,” ujar Kade Sutha Astama.
Untuk menguatkan sangkaan kepada HH, sejumlah barang bukti telah disita Penyidik. Antara lain, laporan hasil audit BPKP Kaltim tertanggal 17 Desember 2018, dan dua lembar rekapitulasi belanja anggaran BOS tahun 2014 dan 2015. Ada juga satu bundel laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOS triwulan 1 tahun 2014. Kemudian, satu buah buku ekspedisi kepala sekolah, satu buku barang inventaris sekolah setempat.
Tidak itu saja, ditemukan juga enam lembar kuitansi pengeluaran masing-masing sebanyak tiga kali di tahun 2014. Ada juga tiga kuitansi tahun 2015 yang bermaterai 6.000 dan ditandatangani HH selaku penerima uang dari RH. Penyelidikan kasus ini telah dimulai sejak Mei 2018 lalu.
Tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Junto Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001. Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancamannya pidana penjara paling lama 20 tahun, dan denda paling banyak Rp1 miliar. HH kini berstatus Aparatur Sipil Negara, terakhir mendapat jabatan sebagai Kepala Seksi Pemuda dan Olahraga pada Dinas Pemuda dan Olahraga Mahulu. #Sonny Lee Hutagalung