Diduga Terkait Akun Facebook Asmuni Jager

BARONG TONGKOK – KABARKUBAR.COM
Usai mendatangi dan memeriksa sejumlah orang, beberapa pria yang mengaku Penyidik dari Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia kembali beraksi. Kali ini, Paulus Joko Setya Budi menjadi sasaran. Disebut ada kaitan dengan Akun Facebook Asmuni Jager dan Sentia Warjani, handphone pria berusia 55 tahun itu disita.
Atas kabar beredar jika ia ditangkap dan ditahan Polisi, pria yang dikenal dengan sapaan Budi ini membantah. Namun ia tidak menyangkal telah dimintai keterangan oleh dua pria yang mengaku Anggota Polri yang bertugas di Markas Besar Polri. “Bahkan HP saya disita, dan sampai hari ini tidak tahu kapan akan dikembalikan,” ungkapnya Kamis 19/9/2019 malam di kediaman, Jalan M Yamin RT 11 No.03 Kelurahan Simpang Raya Kecamatan Barong Tongkok.
Menurut Budi yang lebih dari 10 tahun menjadi pengusaha di bidang hiburan, yakni Panorama Karaoke, HP yang disita adalah Samsung SM-G930V warna perak. Termasuk kartu telepon dan kartu memori yang melekat di telepon genggam tersebut. “Katanya, pernah akun Asmuni Jager itu diakses lewat HP saya,” ujarnya.
Diakui Budi, ada surat yang diserahkan kepadanya sebagai tanda bahwa telepon genggam miliknya disita. Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti dengan nomor STP/231/IX/2019/Dittipidsiber dengan kop surat mencantumkan logo Polri. Di sudut kiri surat tertera Badan Reserse Kriminal Polri, Direktorat Tindak Pidana Siber “Pro Justitia”. Di bagian atas surat tertulis nama Elias Munthe sebagai Penyidik di Dittipidsiber Bareskrim Polri yang berpangkat Inspektur Tingkat Satu.
Selain Budi dan Iptu Elias Munthe, ada dua nama lain dalam surat tersebut yang diposisikan sebagai Saksi. Yakni Wiwid Widiyanto (tanpa pangkat atau jabatan) yang disebut beralamat di Jalan Trunojoyo No.3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Alamat tersebut adalah Markas Besar Polri. Seorang lagi adalah Nuryani, yang beralamat di Panorama Karaoke.
Diungkapkan Budi, kejadian berawal saat ia bepergian ke kawasan Melak, pada Senin malam itu. Setiba di Tugu Macan Dahan, Jalan Perkantoran Pemkab Kubar, mobil Toyota Avanza warna putih yang dikendarainya disalip dua mobil. Kemudian sejumlah orang berbadan tegap, dan ada berpenampilan gondrong, turun dari mobil jenis Toyota Innova perak dan Toyota Rush warna merah marun.
“Mobil saya hampir dipalang, dan lihat mereka penampilan seperti perampok, ya saya langsung tancap gas,” cerita Budi yang juga Ketua DPD Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan Kubar.
Budi memacu mobilnya menuju bundaran Pemkab Kubar, dan berupaya membuat gerakan zig-zag, agar tidak bisa disalip. Kemudian berbelok ke arah Jalan Pertanian, dan Markas Polres Kubar di Jalan Gajahmada. Kebetulan gerbang Polres yang biasanya tertutup sedang terbuka lebar, Budi langsung masuk dan parkir. Dua mobil itu mengikuti ke dalam, dan langsung menangkapnya.
“Saya ditanya kenapa lari, ya jelas saya kabur karena mengira mereka perampok. Lagian saya kan lari ke kantor Polisi, artinya saya mencari perlindungan yang benar. Kemudian saya dibawa masuk ke ruang SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu), dan diinterogasi disana. Sebelum itu, HP saya langsung diminta dan diperiksa,” ungkap Budi.
Setelah menunjukkan Surat Tugas dan Kartu Tanda Anggota Polri, dua dari mereka yang berada dalam mobil itu menginterogasi Budi. Ia ditanya seputar akun Asmuni Jager dan Sentia Warjani. Merasa tidak ada kaitan dengan dua akun media sosial itu, Budi kukuh.
Iptu Elias Munthe juga meminta Budi menunjukkan kediaman Johansyah, warga Kecamatan Melak. Johansyah diduga dan dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Rudiyanto, warga kecamatan Long Iram, pada 5 Agustus 2019. Dengan sangkaan Pencemaran Nama Baik kepada Bupati Kutai Barat, FX Yapan. “Kami pun pergi ke rumah pak Joang (panggilan akrab Johansyah), dan sekitar sejam disana, HP pak Joang juga diperiksa, tapi tidak disita. Seperti di Polres, saya dan Joang difoto mereka,” bebernya.
Dari Melak, Budi dibawa ke Panorama Karaoke untuk diminta menunjukkan kamar pribadi. Iptu Elias Munthe dan rekannya pun menggeledah, tapi tidak membawa benda apapun keluar dari kamar tersebut. Malam itu, Budi juga didatangi sejumlah orang yang dekat dengan pejabat tinggi di Kubar. “Mereka pun minta saya tunjukkan siapa Asmuni Jager, lah saya memang tidak kenal. Saya pun diminta Polisi itu untuk ikut mencari Asmuni Jager dan Sentia Warjani,” katanya.
Besok paginya, Budi kembali didatangi Penyidik Bareskrim Polri yang membawa surat penyitaan untuk ditandatangani. “HP itu berisi nomor-nomor penting dari keluarga dan rekan kerja. Saya merasa hidup ini jadi makin sulit, karena HP itu sangat penting buat saya. Tidak diberitahu juga kapan saya bisa ambil lagi HP itu,” ungkapnya.
Diakui Budi, meski telah tinggal di Kubar lebih dari 30 tahun, ia tidak pernah ada niat atau maksud untuk berbuat sesuatu yang merugikan warga asli. Sebab baginya, persahabatan merupakan poin penting bagi perantau. Terlebih jika dikaitkan dengan orang besar seperti bupati maupun pejabat tinggi di Kubar. “Saya heran, kok bisa saya diduga seperti itu. Apalagi saya ini tidak paham kecanggihan ilmu teknologi,” tegasnya.
Sebelumnya, KabarKubar telah berupaya mengonfirmasi ke pihak Polres Kubar. Kepala Polres Kubar AKBP I Putu Yuni Setiawan mengaku belum menerima kabar sebagaimana diterima KabarKubar. “Itu informasi dari mana? Kami malah tidak tahu,” ungkapnya melalui Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kubar, AKP Ida Bagus Kade Sutha Astama di ruang kerjanya.
Soal kemungkinan adanya personel dari Kepolisian Daerah Kalimantan Timur atau Mabes Polri, AKP Kade tidak ingin berkomentar banyak. “Bisa saja ada dari Polda atau Polri, kita tidak tahu pasti. Tapi info (penangkapan) itu sepertinya tidak benar,” tegasnya.
Beragam tanggapan disampaikan warga Kubar atas tindakan oknum diduga personel Mabes Polri tersebut. “Boleh saja ada penyitaan oleh Penyidik, dan itu ada haknya diatur undang-undang. Tapi ada juga aturan jelasnya yang perlu dipahami. Tapi ibarat Timur melawan Durian, kadang percuma masyarakat memprotes tindakan Polisi. Lebih baik diam, dan turut saja,” jelas Yunanto, yang berprofesi sebagai Advokat atau Pengacara.
Yunanto menerangkan, definisi penyitaan telah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 16 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Yaitu: “Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.”
Namun Penyitaan termasuk salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang dapat melanggar Hak Asasi Manusia. Maka sesuai ketentuan Pasal 38 KUHAP, Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. “Jika dalam keadaan mendesak, Penyitaan tersebut dapat dilakukan penyidik lebih dahulu. Setelah itu wajib segera dilaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri, untuk memperoleh persetujuan. Tapi ya diikuti saja dulu apa langkah Polisi, nanti disebut tidak kooperatif jika mempertanyakan,” kata Yunanto. #Sonny Lee Hutagalung