Sebut PT MKB ‘Sakti’, Kuasa Hukum Parlin Manalu Laporkan Penyidik Polres Kubar ke Propam Polda Kaltim

24 views

167 Hari Masih Penyelidikan

Usai diduga dipukuli, Parlin Manalu sempat terbaring lemas dengan beberapa bekas pukulan dan darah mengering di baju yang dikenakan saat kejadian. ARSIP/KABARKUBAR.COM

BARONG TONGKOK – KABARKUBAR.COM
Parlin Manalu mengadukan Penyidik di Kepolisian Resor Kutai Barat ke Kepolisian Daerah Kalimantan Timur dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Ia menilai penanganan laporan pengaduan terkait dugaan penganiayaan yang dialaminya ada kejanggalan. Terlebih sejak disampaikannya pada Minggu, 19 April 2020 lalu, masih di tahap penyelidikan.

“Orang MKB (perusahaan perkebunan sawit PT Maha Karya Bersama) itu mungkin sakti. Makanya kita laporkan penanganan kasus ini ke Bidang Propam (Profesi dan Pengamanan) Polda Kaltim dan tembusan ke Mabes Polri,” ungkap Jumintar Napitupulu, Kuasa Hukum dari Parlin Manalu.

Melalui telepon, Jumintar menjelaskan, ia menyurati Kepala Polda Kaltim karena menilai belum ada perkembangan berarti dalam penanganan kasus. Bahkan setelah diadakan gelar perkara khusus yang dipimpin Kepala Polres Kubar, AKBP Roy Satya Putra pada Selasa, 21 Agustus 2020.

112 Hari Kasus Penganiayaan di MKB, Polisi Akan Gelar Penetapan Tersangka

Berkas laporan yang ditujukan juga ke Kepala Bidang Propam dan Inspektorat Pengawasan Daerah Polda Kaltim disampaikan pada Selasa, 22 September 2020. Kemudian tembusan ke Mabes Polri dilayangkan keesokan harinya. “Kita laporkan Kapolres Kubar, Kepala Satreskrim, Kanit Tipidum dan Penyidiknya,” katanya melalui telepon.

Jumintar mengatakan, Polres Kubar terkesan tidak profesional menindaklanjuti kasus tersebut. “Menurut kita mandek. Karena terakhir sekali SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang kita terima, masih tetap tahap penyidikan. Belum ada penetapan tersangka, dan Itulah luar biasanya,” ujarnya.

Menyinggung saat gelar perkara khusus, Jumintar menyebut Kanit Tindak Pidana Umum, Ipda Arianto membuka fakta jika telah ada pengakuan dari MS selaku terlapor. Jika terlapor memukul Parlin Manalu, tapi hanya sekali.

Visum Dokter Nyatakan Ada Luka Ringan, Polisi Proses Dugaan Pengeroyokan di PT MKB

“Anehnya penyidik berkeras mengenakan Pasal 352 KUHP yakni Penganiayaan Ringan. Alasannya, tidak ada saksi yang mengaku melihat terlapor WD memukul. Makanya tidak bisa masuk Pasal 170 (Pengeroyokan). Tidak ada arah mereka ke Pasal 351. Hebat kan,” bebernya.

Kasat Reskrim Polres Kubar Iptu H Iswanto mengakui telah didatangi Propam Polda Kaltim. “Seminggu lalu juga ada dari Irwasda Polda Kaltim kesini. Kami jelaskan proses penanganganan sudah profesional,” jelasnya melalui Kanit Tipidum, Ipda Arianto pada Selasa, 6 Oktober 2020 di ruang kerja.

Dipaparkannya, tiga hari sejak laporan dibuat Parlin Manalu, Penyidik telah melakukan visum et repertum terhadap pelapor dan memulai penyelidikan. Hingga telah meminta keterangan dari tujuh saksi, dan tiga saksi yang diajukan pelapor dan pengacaranya.

“Kami juga sudah konfrontir (pelapor dan terlapor). Hasil visum, ada luka ringan dari keterangan dokter. Nah, dari visum dan keterangan saksi itu kami kenakan Pasal 352, penganiayaan ringan,” ujar Arianto.



Didampingi seorang Penyidik, Arianto mengakui kasus masih tahap penyelidikan. Karena tahap penyidikan harus ada laporan polisi. Alasannya, Parlin Manalu selaku pelapor bersikukuh untuk dikenakan Pasal 170 KUHP.

“Pelapor tidak mau tanda tangan jika kasus dikenakan Pasal 352, tapi Pasal 170 seperti yang dilaporkan. Saksi dan terlapor mengaku tidak ada pengeroyokan, ya tidak bisa dikenakan Pasal 170. Kalau dipaksakan, tentunya terlapor pun tentu tidak terima,” tegasnya.

Saat ditanya apakah karena pelapor tidak mau tanda tangan karena dikenakan Pasal 352, lalu kasus tidak bisa naik ke penyidikan, Arianto menyinggung hak pelapor. “Pelapor kan punya hak. Makanya masih penyelidikan,” katanya.

Mengaku Dipukuli Centeng dan Pimpinan PT MKB, Parlin Manalu Malah Masuk Bui

Disinggung soal SP2HP yang baru disampaikan setelah 107 hari sejak laporan dibuat Parlin Manalu, Arianto kembali menegaskan profesionalisme. Menurutnya SP2HP tidak harus secara tertulis atau melalui surat. Tetapi bisa disampaikan secara lisan atau langsung kepada pelapor atau pihak keluarganya.

“Kita sudah jelaskan juga langsung ke pelapor, karena kebetulan pelapor ada di tahanan Polres Kubar. Kepada istri pelapor (Tisa Tarihoran) juga sudah kami sampaikan perkembangan kasusnya,” jelas Arianto.

Ia membantah Tisa Tarihoran dan Jumintar Napitupulu yang menyatakan tidak pernah ada SP2HP atau laporan perkembangan kasus kepada mereka sampai 107 hari laporan dibuat.

“Kita bekerja berdasarkan bukti dan saksi, tidak sampai ke situ (Pasal 170). Tidak ada tindakan bersama (pengeroyokan), misalnya ada yang pegangin. Terlapor tidak mengakui menampar, tapi saksi ada yang mengaku melihat terlapor ada melakukan pemukulan,” jelasnya.

“Kita tidak pakai keterangan terlapor,” tegas Arianto lagi.

Tisa Tarihoran sebagai istri Parlin Manalu, berharap Polisi bertindak cepat seperti saat menangani laporan perusahaan PT Maha Karya Bersama. ARSIP/KABARKUBAR.COM

Untuk diketahui, Pasal 170 ayat 1 berbunyi “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”

Sedangkan Pasal 352 pada Pasal 1 adalah “Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan pasal 356 maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, dengan penganiayaan ringan, dengan pidana penjara tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya”



Diberitakan KabarKubar sebelumnya, Parlin Manalu, berusia 35 tahun, melaporkan dugaan penganiayaan dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor: L.Peng/33/IV/2020 pada Minggu, 19 April 2020 sekira pukul 22.00 Wita.

“Kami lebih dulu melapor kasus pemukulan, tapi Polisi lebih dulu memproses laporan perusahaan. Bahkan suami saya telah divonis bersalah, sementara laporan kami masih mengambang. Apakah memang begini proses hukum di Indonesia tercinta ini?” ungkap Tisa Tarihoran kepada KabarKubar pada Senin, 10 Agustus 2020.

Tisa berharap, Polisi bersikap profesional dalam perlakuan hukum kepada masyarakat. Tidak memandang latar belakang pelapor maupun terlapor. Tapi tetap memroses laporan pengaduan yang masuk sesuai ketentuan hukum.

Ia menyebut Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan yang merupakan hak bagi pelapor, baru diterima dari Penyidik Satreskrim Polres Kubar pada 5 Agustus 2020. Setelah 107 hari laporan disampaikan.

“Laporan MKB (PT Maha Karya Bersama) cepat sekali diproses. Tapi laporan kami, baru dikasih SP2HP setelah hampir empat bulan. Sebelum itu tidak pernah ada SP2HP kami terima,” katanya.

Dari sejumlah pemerhati hukum, Tisa mengetahui jika SP2HP adalah hal penting. Dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyelidikan atau penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor. Baik diminta atau tidak diminta secara berkala.



“Masih adakah keadilan? Atau hanya untuk perusahaan?” ujar Tisa dengan deraian air mata. Ia pun menunjukkan berkas-berkas terkait laporan kepada Polisi.

Kasatreskrim Polres Kubar, Iptu H Iswanto menegaskan proses hukum yang menyebut dua nama sebagai terduga penganiaya, dinyatakan masih berproses. “Tinggal gelar penetapan tersangka,” katanya pada Jumat, 5 Juni 2020.

Polres Kubar diakui telah menyatakan sikap profesional dalam menangani perkara dugaan pemukulan di MKB. “Kita tetap proses. Kami bekerja profesional, dan sedang berjalan proses hukumnya,” tegasnya. #Sonny Lee Hutagalung

Komentar

comments