Dugaan Salah Prosedur 7 Tersangka Illegal Fishing dan Polisi Stop Truk

JEMPANG – KABARKUBAR.COM
Kepolisian Daerah Kalimantan Timur serius menjalankan perintah Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Sutanto. Khususnya 13 sasaran prioritas polisi. Tidak hanya menanggulangi tindak kriminal oleh masyarakat sipil. Polisi juga dituntut untuk menangani tindakan indisipliner ataupun pelanggaran hukum di dalam tubuh polisi itu sendiri.
Kapolda Kaltim, Inspektur Jenderal Polisi DPM Sitompul menegaskan, polisi adalah polisi rakyat. Menurutnya, zaman sudah berbeda. Di mana sekarang rakyat membutuhkan polisi-polisi yang baik hati, dan berpenampilan tidak sangar dengan menanggalkan kesan militeristik.
“Paradigma lama sudah semestinya ditinggalkan, dan membangun paradigma baru. Yaitu lebih mampu untuk dekat dan berpihak pada rakyat. Jangan bisanya menakut-nakuti masyarakat, namun harus lebih mengayomi,” imbaunya pada suatu kesempatan kunjungan kerja ke Kabupaten Kutai Barat.
Terkait pelanggaran polisi, Kapolda mengatakan akan menindak tegas setiap anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran. Langkah ini salah satu tujuan polisi untuk memperbaiki citra. Untuk itu Kapolda mengharapkan sikap kooperatif masyarakat. Untuk melapor bila ada penyimpangan oleh anggota polisi.
Laporan bisa disampaikan lewat nomor telepon seluler yang dibagikannya saat tatap muka dengan anggota masyarakat di ruang serba guna kantor Bupati Kubar. “Ini catat nomor HP saya, silahkan hubungi apabila ada informasi tentang illegal logging, termasuk apabila ada polisi nakal,” ujarnya.
Membuktikan komitmen itu, Polda Kaltim mengirimkan anggota Bidang Profesi dan Pengamanan atau Propam ke Kubar. Setelah mendapat laporan masyarakat adanya pelanggaran yang dilakukan polisi di beberapa polsek dalam wilayah hukum binaan Polres Kubar.
Dua orang anggota Propam dari Balikpapan yang berpangkat Brigadir Polisi Kepala mendatangi Markas Kepolisian Sektor Jempang pada Jumat, 25 Agustus 2006. Menindaklanjut laporan Uj, seorang aktivis LSM Puspa HAM di Balikpapan dengan mengatasnamakan masyarakat Desa Jantur, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kertanegara.
Aktivis tersebut melaporkan terkait tujuh orang yang disangkakan sebagai pelaku illegal fishing atau penangkapan ikan secara tidak benar. Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka itu ditangkap di perairan Danau Jempang Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat. Penahanan mereka oleh polisi dinilai tidak sesuai prosedur, dan melebihi batas waktu penahanan.
Uj juga meminta agar para tersangka diproses hukum di Polres Kutai Kartanegara. Karena menurutnya, ada peraturan daerah yang mengatur tentang perikanan dengan sanksi hukum hanya tiga bulan. Uj menyebut, tidak ada laporan kepada pihak keluarga tujuh tersangka atas penahanan itu.
Kapolsek Jempang, AKP Sugianto, mengakui penangkapan telah berjalan sesuai prosedur yang dibuktikan dengan sejumlah dokumen. Antara lain Berita Acara Pemeriksaan atau BAP dan surat penahanan. “Sampai tanda tangan para keluarga tersangka mengetahui soal penahanan juga ada,” jelasnya kepada dua personel Propam Polda Kaltim.
Dikatakannya, para pelaku illegal fishing ditangkap ketika anggota Polsek Jempang sedang berpatroli di perairan Danau Jempang pada 17 Juli 2006. Setelah mendapat laporan dari masyarakat lima kampung di tepian Danau Jempang yang menggantungkan hidup dari mencari ikan di danau kebanggaan Kaltim itu.
Turut diamankan lima perahu dengan panjang masing masing 7,5 meter dan lebar 1 meter berkekuatan mesin 20 PK, serta jaring troll yang dipakai menangkap ikan. “Para tersangka ditahan selama 20 hari. Ketika itu beberapa keluarga tersangka sempat menginap selama seminggu di Mapolsek, dan keluarga menandatangani surat penahanan. Mungkin saja tercecer pada waktu pulang, kami ada salinannya,” beber Sugianto di Mapolsek Jempang.
Ditambahkannya, Tempat Kejadian Perkara berada di wilayah hukum Polres Kubar. Yaitu Kampung Pulau Lanting, Kecamatan Jempang. Tindakan polisi sesuai berkas yang diterima polisi tentang kesepakatan antara Pemerintah Kukar dan warga sekitar Danau Jempang. “Kegiatan menangkap ikan memakai jaring troll dilarang. Tertulis dalam kesepakatan itu,” katanya.
Kemudian pada enam hari berjalan masa perpanjangan penahanan, tujuh tersangka ditangguhkan dengan syarat wajib lapor setiap dua kali seminggu. Itu berdasarkan permintaan pihak keluarga tersangka. Sementara pihak kepolisian melengkapi berkas untuk dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Sendawar.
“Di Kukar juga dilarang, dan selayaknya kita mengacu pada hukum nasional yang tertuang dalam Undang Undang tentang Perikanan. Polisi juga berhati-hati dalam bertindak. Sedikit saja menyalahi prosedur, berisiko kehilangan jabatan. Bahkan tidak lepas dari hukum itu sendiri,” jelasnya.

Ketua Himpunan Warga Jempang Kalimantan Timur, Rabin Rabahni mengatakan, pada musim kemarau ikan-ikan berkumpul di beberapa tempat yang lebih dalam. Sehingga sangat memudahkan untuk menangkap ikan. Oleh sebab itu, warga dilarang keras untuk menangkap ikan dengan jaring troll yang dapat mengangkat benih ikan sekalipun. Dikhawatirkan dapat memusnahkan populasi ikan di Danau.
Dengan jaring troll yang lobangnya menyerupai kelambu, tujuh tersangka mampu menangkap 150 sampai 200 kilogram tiap perahu setiap malamnya. “Bila setiap malam mereka menggunakan lima kapal, berarti 1 ton ikan. Masalahnya adalah, benih ikan turut terangkat dan ini merugikan seluruh warga yang menggantungkan hidup di Danau Jempang,” tegasnya.
Beberapa warga yang ditemui media ini mengaku sangat mendukung dan berterimakasih atas tindakan polisi mengamankan danau dari illegal fishing. “Kalau danau tidak ada lagi ikan, kemana kami harus mencari nafkah? Kami sudah turun temurun hidup dari danau ini,” tutur Andi, salah seorang nelayan keturunan suku Bugis.
Usai penyelidikan ke Polsek Jempang, kedua personel Propam Polda Kaltim melanjutkan perjalanan ke Kecamatan Siluq Ngurai wilayah hukum Polsek Muara Pahu. Warga melaporkan adanya polisi yang sering menghentikan truk, lalu meminta sejumlah uang.
Kapolsek Muara Pahu, Iptu Moch Basir HK didampingi Kepala Tata Urusan Dalam Polsek Muara Pahu, Aiptu Abdul Mutholib, membantah laporan itu. Menurutnya, tidak benar ada anggota Polsek Muara Pahu melakukan pungli pada sopir truk di pos KM 31 seperti yang diduga. “Kalau memang dapat dibuktikan, maka oknum tersebut dipastikan akan ditindak sesuai hukum,” katanya.
Kapolsek Basir mengatakan, tahun 2004 lalu Polsek Muara Pahu pernah menjadi target pemeriksaan Propam dari Mabes Polri di Jakarta. Atas perintah langsung Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Kapolri Sutanto. Terkait adanya pos polisi yang tidak sesuai fungsi dan berada tepat di sebelah camp perusahaan kayu PT Roda Mas.
Laporan ini disampaikan langsung oleh masyarakat melalui surat kepada Presiden. Penyelidikan dipimpin langsung oleh Wakapolri saat itu. Terungkap bahwa pos didirikan sebelumnya berjarak 1 kilometer dari camp perusahaan untuk menjaga kamtibmas di 10 kampung. Beberapa waktu kemudian, perusahaan memindahkan lokasi camp bersebelahan dengan pos.
“Pos sudah sesuai prosedur dan diminta warga sendiri bagi 10 kampung yang memang jauh dari jalan provinsi dan mapolsek. Sehingga ada yang beranggapan pos membeking perusahaan dan mendapat jatah khusus dari perusahaan,” tuturnya.
Terpisah, Kapolres Kubar AKBP Heru Dwi Pratondo menandaskan, setiap pelanggaran anggota polisi tetap dihadapkan pada hukum. Berdasarkan bukti-bukti otentik sebagaimana fungsi polisi untuk melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat.
“Polisi juga tidak lepas dari hukum jika terbukti bersalah. Ttetapi kinerja polisi juga perlu didukung masyarakat. Mari hilangkan pandangan yang menyatakan kamtibmas dan masalah kriminal adalah tanggung jawab polisi saja, tapi tanggung jawab bersama. Jadikanlah polisi sahabat kita,” imbaunya. #Sonny Lee Hutagalung