Tedja: “Tidak pernah saya menggarap lahan orang yang belum diberikan kompensasi”

BARONG TONGKOK – KABARKUBAR.COM
Hasil pertemuan antara warga Kampung Dasaq, Kecamatan Muara Pahu, dengan Perwakilan PT Bangun Olah Sarana Sukses atau BOSS, ternyata belum final. Isi Berita Acara pada Selasa, 23 Juni 2020 di Hotel Loveta, Kelurahan Simpang Raya, Kabupaten Kutai Barat, telah ditandatangani kedua pihak bersama saksi. Namun dinilai belum tepat oleh manajemen perusahaan pertambangan batubara itu.
Menurut Presiden Direktur BOSS, Freddy Tedjasasmita, pihaknya tidak pernah menyepakati waktu pasti pembayaran kompensasi atas lahan warga. Terlebih soal percakapannya dengan Camat Muara Pahu, Suhamdi, disebut tidak seperti tertuang dalam Berita Acara. Dia memastikan tidak ada bukti jika tanggal 6 Juli 2020 telah disepakatinya.
“Di situ dibilang saya sepakat dengan Pak Camat bahwa tanggal 6 Juli 2020 akan melakukan pembayaran. Saya tidak pernah sama sekali ngomong begitu. Ada bukti percakapan yang sebenarnya saya kirim ke anggota kami,” ujarnya kepada KabarKubar melalui telepon pada Sabtu, 27 Juni 2020.
Tedja menjelaskan, ia sempat memberitahu Matias Genting selaku Ketua DPC Gerakan Pemuda Asli Kalimantan atau Gepak Kubar, soal waktu yang belum disetujui. Namun disebut tidak bisa dirubah, dengan alasan sudah terlanjur masuk di Berita Acara. Menurutnya, hal itu tidak benar dan sama saja memberikan janji palsu kepada masyarakat. “Itu mengarahkan ke hal yang tidak benar, karena masyarakat dijanjikan. Nanti kalau tidak tepat, saya dan perusahaan yang kena imbas, karena dianggap berbohong,” katanya.
Ditegaskannya, yang dijanjikan kepada Camat Muara Pahu lewat pesan WhatsApp adalah soal kelonggaran waktu. Setelah data pemilik lahan atau klaim diverifikasi dan diberikan kepada Tedja, ia minta waktu tujuh hari kerja untuk menjadwalkan pembayaran.

Situasi pandemi Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19 diakui jadi kendala. Sebab roda ekonomi di semua lini sedang terganggu. Itu yang mengakibatkan perusahaan harus membuat jadwal yang cermat. Agar tidak jadi masalah, tidak boleh sembarangan menentukan waktu.
“Siapa yang tidak susah sekarang ini? Harga juga hancur, permintaan batubara menurun, semua hancur. Gara-gara banyak pabrik yang tutup dimana-mana. Sekarang siapa yang mau pakai batubara?” kata Tedja yang juga salah satu pemilik saham BOSS.
Soal 25 pemilik lahan yang belum lunas, diakui Tedja benar. Namun sebagian berada di lahan dalam areal PT Pratama Bersama atau PB. Perusahaan tambang yang bersebelahan dengan BOSS dan belum beroperasi. Sebagian lagi di areal BOSS dan sudah beroperasi. “Yang diutamakan yang di BOSS dulu, yang sudah beroperasi. Yang belum beroperasi akan dijadwalkan,” tegasnya.
Disinggung nilai Rp2,7 miliar yang diklaim 25 pemilik lahan, disebut akan diteliti dulu. Alasannya, tidak semua lahan diklaim berada di lokasi BOSS beroperasi. Tapi sebagian berada di konsesi PB, yang nanti akan dipecah datanya. Perusahaan akan memverifikasi, mana lahan di BOSS atau PB. “Secara literali salah, karena bukan BOSS yang bertanggungjawab. Hanya sebagian dari angka itu yang jadi tanggung jawab BOSS,” katanya.
Membahas ganti rugi lahan, lanjut Tedja, secara perjanjian sebagian sudah dibayar dan masih ada yang terutang. Di areal yang sedang ditambang sudah 80 persen sudah dibayar lunas. Kebanyakan yang diklaim ada di tambang yang belum dikerjakan.
Tedja membantah jika BOSS dikatakan menggarap lahan tanpa ganti rugi. Namun jika ada imbas yang tidak disengaja akibat penambangan terhadap lahan lain, diakui mungkin ada. “Tidak pernah saya menggarap lahan orang yang belum diberikan kompensasi, tidak ada itu. Saya tidak akan garap sebelum dibebaskan. Ia (Matias Genting) berbicara tidak benar, saya mau somasi dia,” tegasnya.
Manajemen BOSS akan merekapitulasi kembali lahan yang telah dibebaskan. Termasuk luas lahan dan berapa banyak uang yang telah dikeluarkan untuk membayar. Sebagai gambaran, jika bukan jumlah kecil yang telah dibayarkan selama ini.
“Tolong dijelaskan, agar masyarakat memiliki pandangan yang fair (adil), dan jelas. Saya tidak mau masyarakat dibodohi untuk kepentingan saja. Jangan karena urusan kecil, seolah-olah BOSS tidak pernah bayar. Nanti akan saya berikan data terkait. Kita bukan perusahaan yang suka mengemplang hak orang,” pungkas Tedja.
Terpisah, Matias Genting menegaskan apa yang tertuang di Berita Acara Pertemuan Manajemen BOSS dengan masyarakat Kampung Dasaq selaku pemilik lahan, sudah benar. Sebab BOSS mendelegasikan orang yang dipercaya Tedja. “Jika tidak sepakat, kenapa tidak dibantah hari itu? Ini setelah berita acara disepakati, seenak perutnya mau batalkan,” katanya.
Matias yang juga Ketua Kelompok Sadar Kamtibmas Bhayangkara Resor Kubar mengatakan, soal waktu molor dari kesepakatan lumrah terjadi. Bisa dua atau tiga hari, bahkan seminggu selisih, karena menyangkut uang. Jika tidak bisa memenuhi pada 6 Juli 2020, tapi ada kepastian pembayaran.

“Ada niat baik, kita atur. Terserah Pak Freddy Tedja. Intinya ada waktu, kapan mau dibayar? Tanggal dalam isi berita acara bisa saja tidak tepat. Kalau tidak ada pembayaran, ya mau tidak mau kita bergerak,” tegasnya.
“Saya pun pernah kerja di perusahaan. Saat pertemuan, saya minta pendapat pimpinan dulu sebelum sepakati sesuatu. Kalau oke saya tandatangan, tidak oke saya tidak tandatangan, dan solusi ada,” imbuh Matias.
Terkait keberadaan PB, Matias tidak ingin berbantah panjang. Menurutnya, selama ini pemilik lahan atau warga Kampung Dasaq hanya tahu dan mengakui BOSS. Jika ada disebut PB atau PT AB, di dalam atau luar konsesi, sudah ada pengakuan bahwa itu adalah BOSS.
“Kenapa hari itu Pak Yudi tidak bantah di forum? Saat verifikasi tidak ada bantahan. Saya tidak mau dengar ada muncul PB. Saya nilai itu hanya mengalihkan isu. Mau ditambang atau tidak, itu terserah mereka kalau ambil lahan orang. Sekarang tinggal maunya bagaimana, ya kita bisa atur,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, pemilik lahan yang dikelola BOSS menuntut ganti rugi segera dibayarkan pada Senin, 6 Juli 2020. Pemilik lahan yang adalah warga Kampung Dasaq, didampingi tiga organisasi. Yakni DPC Gepak Kubar, Pokdar Kamtibmas Bhayangkara Resor Kubar, serta Lembaga Bantuan Hukum A Jhonson Daud SH MHum dan Rekan.
Selain ketiga lembaga dan pemilik lahan, hadir Yudi selaku Humas External BOSS. Ada juga Kepala Kampung Dasaq Mardonius Raya, Kepala Adat Kampung Dasaq Basri, dan Tokoh Masyarat Kampung Dasaq Yapet. Pertemuan berakhir dengan Berita Acara yang berisi empat poin dan ditandatangani tujuh perwakilan dan dua saksi. #Sonny Lee Hutagalung