Tidak Digubris Fangiono Grup, Petani Plasma Siapkan Langkah Hukum Adat dan Formal

38 views

Manar Dimansyah: “Martabat kita Dayak diinjak-injak, disepelekan, disemena-menakan”

Kepala Lembaga Adat Besar Kabupaten Kutai Barat. Manar Dimansyah Gamas, menilai sikap Manajemen Fangiono Grup telah merendahkan martabat para pemilik lahan sebagai masyarakat adat Dayak. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

BARONG TONGKOK – KABARKUBAR.COM

Empat kali tidak menghadiri undangan pertemuan, perusahaan perkebunan kelapa sawit Fangiono Grup bakal menerima konsekuensi hukum. Pasalnya, ratusan pemilik lahan yang dikelola anak perusahaan First Resources ini sudah muak dan berang. Sebagai petani plasma, mereka kecewa atas sikap manajemen perusahaan yang dinilai menyepelekan undangan.

“Tidak bisa kita mendiamkan hal ini berlarut-larut. Ini adalah perbuatan yang sangat tidak berdasar. Tentu kita akan membuat langkah-langkah hukum,” ujar Manar Dimansyah, Wakil Ketua Perkumpulan Petani Plasma Sejahtera Kabupaten Kutai Barat pada Sabtu, 7 Desember 2019, di Lamin Adat Dayak Benuaq, Taman Budaya Sendawar.



Manar mengungkapkan, ia selaku petani plasma merasakan perlakuan tidak fair dari Manajemen Fangiono Grup. Sebab tidak ada transparansi atas hak petani plasma sebagaimana tertuang dalam Surat Perjanjian Tali Asih/Kompensasi Lahan serta Tanam Tumbuh Bangunan. Surat yang disepakati bersama para pemilik lahan itu berisi 13 pasal.

“Tentang dana Rp50 ribu perhektar untuk masa tunggu, masa tunggu apa? Bukankah kita sudah lama menunggu, sampai kapan ini berakhir?” ujarnya usai jadwal pertemuan yang tidak dihadiri Manajemen Fangiono Grup.

Pria yang juga Kepala Lembaga Adat Besar Kabupaten Kubar ini mengaku sangat memerhatikan tuntutan para pemilik lahan. Tidak digubris manajemen perusahaan, ia menyerukan para petani plasma membuat langkah. Sebab dianggap telah sangat merugikan sebagai masyarakat adat, dan harus disikapi.

“Tidak boleh membiarkan harga diri, martabat kita sebagai orang Dayak yang beradat diinjak-injak, disepelekan, disemena-menakan. Saya anggap ini sudah masuk ranah menyepelekan orang awam, pribumi di sini,” tegas Manar Dimansyah.

Para petani plasma sekaligus pemilik lahan yang dikelola Fangiono Grup, menanti manajemen perusahaan untuk hadir dalam pertemuan di Lamin Adat Dayak Benuaq, Taman Budaya Sendawar, sebagaimana dalam undangan keempat yang dilayangkan. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

Soal manajemen perusahaan yang tidak menggubris, Manar Dimansyah mengaku tidak bisa membiarkan hak mereka dirampas dengan sangat semena-mena. “Tidak mungkin selamanya kita tinggal diam. Ini sangat tidak adil dan tidak berdasar. Sikap harus kita ambil, langkah hukum adat dan aturan negara,” pungkasnya.

Ditambahkan Dedeq yang juga Wakil Ketua P3S Kubar, petani plasma telah jenuh dengan itikad baik yang ditunjukkan kepada Manajemen Fangiono Grup. Sebaliknya, tidak ada itikad baik dari pihak perusahaan itu. Bahkan beberapa kali upaya kordinasi tidak diindahkan. Pemilik lahan dan terdaftar sebagai Anggota P3S Kubar akan berkoorinasi ukti sikap selanjutnya.

“Semua petani plasma yang merasa diperlakukan tidak adil, yang terzalimi oleh perusahaan, akan bergerak. Kami tidak akan diam seperti selama ini, dan lihat reaksi kami nanti,” ungkapnya kepada KabarKubar.

Sekretaris P3S Kubar, Elvin Eriadam, mereka sebagai petani plasma meminta pihak perusahaan bertanggungjawab. Untuk menjelaskan sesuai draf yang tertulis dan mengikuti harapan masyarakat petani yang sejahtera. Pasalnya sejak Januari 2018 hanya menerima Rp50 ribu yang disebut sebagai Uang Tunggu. Parahnya lagi, koperasi yang disebutkan dalam perjanjian bersama telah dibentuk tanpa sepengetahuan pemilik lahan.

“Kami terima hanya Rp50 ribu perhektare dari Program Kemitraan yang disepakati bersama pihak perusahaan. Belum lagi, perjanjian berubah tanpa sepengetahuan pemilik lahan,” katanya.

Diakuinya, 200 lebih pemilik lahan awalnya menerima bagi hasil panen sesuai pola luasan Kebun Binaan atau Plasma masing-masing. Dimulai saat usia tanam kelapa sawit 36 bulan, atau menghasilkan buah pasir. “Masuk masa tanam 42 bulan, mulai tidak benar hasil yang kami terima. Saat panen raya usia tanam 42 bulan itu, hanya Rp50 ribu perhektare yang kami terima. Janjinya mulai tahun 2021 baru normal. Itu sangat merugikan kita,” kata pria yang akrab disapa Adam ini.

Adam menyayangkan sikap perusahaan yang mengingkari perjanjian. Menurutnya, tidak tepat jika perusahaan membebankan kompensasi atas lahan lain yang belum dipanen dan belum digarap. Sebab perjanjian adalah pola kemitraan.

Kebijakan perusahaan menyebut turunnya harga Cruide Palm Oil membuat perusahaan merugi dan tidak bisa memenuhi perjanjian, dinilai tidak tepat. “Kan tidak ada dalam perjanjian itu menyebut kita (pemilik lahan) ikut menanggung kerugian perusahaan,” katanya.

Dijelaskannya, ada tertuang soal pembentukan koperasi dalam perjanjian antara pemilik atau penggarap lahan dengan Fangiono Grup. Koperasi yang akan menaungi para petani plasma itu, diam-diam telah dibentuk perusahaan. Padahal sebagaimana Surat Keputusan Menteri Pertanian dan SK Gubernur Kalimantan Timur juga mengatur soal pembentukan koperasi dimaksud.

“Sebagaimana perjanjian, koperasi harusnya dibentuk para petani plasma. Ini, perusahaan membentuk sendiri koperasi. Kami menerima Rp50 ribu perhektare dari bendahara koperasi, tapi tidak ada nama koperasinya,” ujar Adam yang menguasai lahan seluas 287,34 hektare dikelola PT Citra Agro Kencana atau CAK di Kampung Mantar Kecamatan Damai.

Ketua DPD LSM Forum Akuntabilitas dan Transparansi Kubar, Hertin Armansyah menambahkan, ada indikasi ketidakterbukaan perusahaan terhadap masyarakat terkait Plasma. Nilai yang dibayarkan kepada pemilik lahan, mestinya dihitung dari nilai panen setiap hektare lahan. “Ternyata kesepakatan dirubah tanpa melibatkan pemilik lahan dengan kompensasi Rp50 ribu perhektare itu. Pembagian hasil atau kemitraan tadi hanya tinggal cerita,” katanya.

Kecewa, perwakilan Petani Plasma sekaligus pemilik lahan yang dikelola Fangiono Grup, menyiapkan langkah hukum adat dan hukum formal. SONNY LEE HUTAGALUNG/KABARKUBAR.COM

Diungkapkan Hertin, CAK mendapat Izin Lokasi dari Bupati Kutai Barat dengan Nomor:525.26/K.565.b/2010, tertanggal 14 Juni 2010, terletak di Kecamatan Damai Kabupaten Kutai Barat. Kemudian mengantongi Izin Usaha Perkebunan dari Bupati Kutai Barat dengan Nomor:525.26/K.939.b/2010 tertanggal 22 November 2010 untuk luas areal netto 16.001,07 hektare.

Dalam Surat Perjanjian Tali Asih/Kompensasi Lahan serta Tanam Tumbuh Bangunan yang disepakati bersama para pemilik lahan, ada 13 pasal yang disepakati. Pemilik lahan sebagai Pihak Pertama dan Perusahaan sebagai Pihak Kedua. Mewakili Direksi PT CAK, ada M Saenal selaku Deputy Direktur Umum.

Disebutkan juga pola 80 persen untuk Kebun Inti dan 20 persen Kebun Plasma dari luasan lokasi lahan yang dibebaskan dan bisa ditanami Kelapa Sawit. Melalui wadah koperasi yang dibentuk oleh masyarakat dengan sistem Kredit atau Program Kemitraan. Dasar perjanjian adalah Surat Pernyataan Penguasaan/Pemilikan Atas Tanah pemilik lahan, izin lokasi dan izin usaha perkebunan PT CAK.



Pada Pasal 3, yakni Nilai Tali Asih/Kompensasi Dan Masa Pengelolaan disebutkan, besarnya Rp2.000.000 perhektare. Dan untuk rimba atau hutan dinilai Rp1.000.000 yang akan dibayarkan. Perusahaan akan mengelola selama satu siklus tanaman kelapa sawit yakni 35 tahun. Jika Pemilik Lahan tidak memperpanjang Hak Guna Usaha, lahan akan dikembalikan.

Pada pasal 5 Program Kemitraan, para pihak sepakat memilih Program Kemitraan dengan Pola Kredit. Program Kemitraan diatur dalam Surat Kesepakatan Bersama perusahaan dengan koperasi yang dibentuk kedua belah pihak. Kebun Plasma akan diberikan kepada Perusahaan melalui Koperasi dengan Sistem Kredit. Perusahaan wajib bergabung dan menjadi Anggota Koperasi yang ditunjuk masyarakat untuk bermitra dengan pemilik lahan.

“Perusahaan ini beralamat di Jalan MT Haryono Nomor 168A Kelurahan Gunung Samarinda Baru, Kecamatan Balikpapan Utara RT 14, Kota Balikpapan,” pungkas Hertin. #Sonny Lee Hutagalung

Komentar

comments